BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara Filsafat maka kita akan lantas teringat dengan
kata kritis, radikal, reflektif, integral, universal. Karena inilah kerangka
awal berfikir filsafat,berfikir filsafat berartikita memaknai hakikat dari
sesuatu yang ada, bukan hanya berfikirsemata, tapi pemikiran yang mendalam,
dimana akal menjadi mesin dalam berfikir Logis rasional empiris. Kemudian kata
pendidikan yang seringkita maknai sebagai proses terus menerus secara
sistematis untuk mendewasakan manusia atau memanusiakan manusia. Dan islam
merupakan dasar pemikiran filsafatnya, bahwa pola berfikir filsafat yang
radikal, integral, universal, itu di dasari dengan dasar-dasar keislaman, islam
menjadi ruh dalam berfikir filsafat, hal ini untukmewujudkan pengoftimalisasian
potensi yang telah diberikan Tuhan (Akal), untuk di gunakan sebaikmungkin untuk
kemaslahatan umat manusia.
Dewasa ini pada
umumnya filsafat pendidikan Islam adalah bagian dari ilmu filsafat. Adapun
ruang lingkup filsafat pendidikan Islam mengandung indikasi bahwa filsafat
pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat
dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang
menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai
sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan islam harus menunjukkan
dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Muzayyin Arifin
menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam memasuki area pemikiran
yang mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh (universal) tentang
pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama saja,
melainkan menurut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Artinya
persoalan-persoalan yang difikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan
mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tigkat kenyataan yang ada di alam
ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik di masa sekarang maupun di masa
mendatang.[1]
Berdasarkan
kebutuhan karena setiap disiplinilmu itumempunyai filsafatnya sendiri, pun
dengan pendidikan islam harus memiliki filsafatnya sendiri, untuk mengkaji
secara mendalam dan menyeluruh mengenai pendidikan islam, sehingga pendidikan
islambukan hanya pengetahuan semata yang di ajarkan secara turun temurun, tapi
pendidikan islam menjadi suatu disiplin ilmu yang secara formal justice mampu
dijadikan sandaran dalamkhasanah keilmuan secara formal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah
diantaranya:
1.
Apa definisi Filsafat pendidikan
Islam ?
2.
Apa objek filsafat pendidikan islam ?
3.
Bagaimana Metode Filsafat
pendidikan Islam ?
4.
Apa kegunaan filsafat pendidikan
islam ?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka penyusunan makalah ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui definisi Filsafat pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui objek filsafat pendidikan islam.
3. Untuk mengetahui Metode
Filsafat pendidikan Islam.
4. Untuk mengetahui kegunaan filsafat pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Sebelum kita masuk dalam
pembahasan filsafat pendidikan Islam, terlebih dahulu mesti kita fahami apa itu
filsafat minimal dua Tipologi Etimologi dan terminologi atau sering kita dengar
secara bahsa atau istilah.
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani,
terdiri dari kata Filhos yang berarti cinta dalamarti yang Luas yakni mencintai
atau menginginkan, dan Sophia yang berarti kebijaksanaan atau kebenaran. Maka
secara etimologi filsafat berarti mencintai kebenaran atau mencintai
kebijaksanaan.[2]
Pelaku filsafat berarti filosof,
berarti: a lover of wisdom. Orang berfilsafat dapat dikatakan sebagai pelaku
aktifitas yang menempatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai sasaran
utamanya. Ariestoteles (filosof Yunani kuno) mengatakan filsafat memperhatikan
seluruh pengetahuan, kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud
(ontologi). Adapun pengertian filsafat mengalami perkembangan sesuai era yang
berkembang pula. Pada abad modern (Herbert) filsafat berarti suatu pekerjaan
yang timbul dari pemikiran. Terbagi atas 3 bagian: logika, metafisika dan
estetika (termasuk di dalamnya etika).
Selanjutnya Harun Nasution
berpendapat bahwa kata Falsafah berasal dari bahasa Arab falsafa dengan wazan
(timbangan) fa’lala, fa’lalah, fi’lah. Menurut Harun Nasution bahwa kata benda
falsafa adalah falsafah dan filsaf. Dalam bahasa Indonesia banyak menggunakan
kata filsafat, padahal bukan berasal dari bahsa arab maupun bahsa inggris,
dalam halini Harun Nasution menggunakan istilah filsafat karena mengambil dari
bahasa arab, maka dia menggunakan kata falsafat dalam setiap karyanya.dan
menurut amsat Bakhtiar kata filsafat selain dapat di terima dari bahsa Arab
(Falsafat), ini dapat di terima dalam bahasa Indonesia, karena kata arab yang
di Indonesaiakan sering mengalami perubahan di hurup fokalnya, contoh Masjid
jadi Mesjid, pun dengan kata Falsafat menjadi Filsafat itu dapat di Tolelir ada
perubahan di hurup Fokalnya.[3].
Selain secara Etimologi kita
ketahui filsafat secara terminologi yang mempunyai makna beragam, Mohammad
Hatta dan Langeveld berpendapat, bahwa devinisi filsafat tidak perlu di berikan
karena setiap orang mempunyai titik tekan dan definisi sendiri mengenai
filsafat.[4]
Tapi disini penulis suguhkan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa Ahli
atau Filosof.
Plato mengatakan bahwa filsafat
adalah pengeahuan tentang segala yang ada. Adapun Aristoteles mengungkapkan
tentang filsafat yaitu filsafat adalah sesuatu yang menyelidiki tentang sebab
dan asas segala benda,oleh karena itu Aristo menamakan filsafat “ Teologi”atau
Filsafat Agama.
Selain filsuf yunani, definisi
filsafat di sampaikan juga oleh filsuf Muslim yang sangan populer dikalangan
umat muslim, yaitu Al-Farabi ia mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan
tentang alam yang,maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya. [5]
Sidi Gazalba berpendapat, bahwa
dalam filsafat setidaknya ada beberapa ciri pokok yang biasa kita ketahui,
pertama, bahwa dalam filsafat adanya unsur berfikir dalam hal ini menggunakan
akal, kedua ada unsur-unsur yang ingin di capai dari proses berfikir itu, yaitu
sebuah pencarian hakikat atau inti dari segala sesuatu, dan yang terakhir
adanya ciri khusus yang terdapat dalam pola berfikir,yaitu mendalam, sistematik
dan universal dalam rangka mencari kebenaran.[6]
Dengan demikian dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa filsafat baik secara kajian bahasa yunani maupun Arab
adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan
kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai akan
kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Setelah kita memahami definisi
filsafat secara bahasa maupun istilah maka perlu kiita kaji terlebih dahulu apa
itu pendidikan dan hubungannya dengan Filsafat, baru kita kontruksikan menjadi
filsafat pendidikan.
Kata pendidikan menurut para ulama
dapat di uraikan menjadi tiga pendapat diantaranya:
Pertama,Al-Tarbiyah berasal dari
kata Rabaa yarbuu, dengan arti zaada wa namaa, yang artinya bertambah dan
berkembangan. Pengertian al-tarbiyah demikiandi dasarkan pada Ayat Al-Quran.
“ Dan sesuatu riba (Tambahan) yang
kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah (QS Al-Rum30:39)
Kedua kata tarbiyah berasal dari
kata rabiya, yarba atas wazan (timbangan) atau persamaannya dari kata khafiya,
yakhhfa, dengan arti nasya’ayang berarti tumbuh, subur dan berkembang. Hal ini
sejalan dengan firman Allah Swt,
“ Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah, dan Allah tidak menyukai seseorang yang tetapdalam kekafiran, dan
selalu berbuat dosa. (Qs Al-Baqarah 2:276)
Ketiga,Al-Tarbiyah berasal dari
kata Rabba yarubbu yang berarti memperbaiki dengan kasih sayang,cinta, dan
sebagainya, sehingga menjadilebih baik setahap demi setahap. Halini sejalan
dengan Firman Tuhan
“ Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua, (kedua orangtua), dengan penuh kaksih sayang dan ucapkanlah :
Wahai Tuhanku Kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telahmendidikkudi waktu kecil.(Qs Al-Isra 17:24)
Dari ketiga akar kata al-tarbiyah
dengan penggunaannya dalam Al-Quran sebagai mana di ungkpakan diatas, maka
al-tarbiyah atau pendidikan secara kebahasaan mengandung arti
mengembangkan,menumbuhkan, memelihara dan merawatnya dengan penuh kasih sayang.
[7]
Pengertian al-tarbiyah secara
lebih luas dijumpai dalam mu’jam al-lugah al-Arabiyah al-Mua’sirah (A
Dictionary of Modern Written Arabic),karangan hans Wher. Dalamkamusini kata
Al-Tarbiyah diartikan sebagi Education (pendiikan), upbringing
(Pengembangan), teaching (Pengajaran), instruktions (Perintah), Pedagogy
(Pembinaan kepribadian), Breading (Memberi makan), dan raising
(pertumbuhan).[8]
Selain itu beberapa ahlipun mengungkapkan tentang pendidikan diantaranya:
John Dewey, memandang pendidikan
sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik
menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju
tabiat manusia dan manusia biasa. Maka menurut John Dewey pendidikan dapat
diartikan juga sebagai teoriumum pendidikan.[9]
John Dewey juga menadang bahwa ada
hubungan yang erat antara filsafat dan pendidika, oleh karena itu tugas
filsafat dan pendidikan seiring, yaitu sama-sama memajukan kehidupan manusia.
Ahli Filsafat lebih memperhatikan tugas yang berkaitan dengan strategi pembentukan
manusia, sedangkan ahli pendidikan bertugas untuk lebih memperhatikan taktik
(cara) agar strategi itu menjadi terwujud dalam kehidupan sehari-sehari
melaluli proses pendidikan.
Ali Khalil Abu Al-Ainain mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah
upaya berpikir filosofis tentang
realitas kependidikan dalam segala lini, sehingga melahirkan teori-teori
pendidikan yang berguna bagi kemajuan aktivitas pendidikan itu sendiri
Van Cleve Morris menyatakan, “
Secara ringkas dia mengatakan pendidikan adalah study Filosopis, karena ia pada
dasanya bukan alat sosial semata untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh
kepada setiap generasi, tapi ia menjadi agen yang melayani hati nurani
masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan lebih baik.
Al-Syaibany mengartikan bahwa
filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan
filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan
proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan
nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka
filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral
atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai
pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan,
falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah
umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan
yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan
pendidikan secara praktis.
Barnadib mempunyai versi
pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan
bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi
sesuatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan.
Dari berbagai pendapat dari
beberapa ahli diatas, maka dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan adalah
filsafat yang memikirkan masalah pendidikan. Oleh karena filsafat ada kaitannya
dengan pendidikan filsafat diartikan sebagai teori pendidikan segala tingkat,
karena dalam filsafat mengkaji dan memikirkan tentang hakikat segala sesuatu
secara menyeluruh, sistematis,terpadu,universal, dan radikal, yang
nantihasilnya menjadi pedoman dan arah dari perkembangan ilmu-ilmu yang
bersangkutan salah satunya dalam pendidikan.
Setelah kita mengetahui definisi
filsafat, filsafat pendidikan,maka para pemikir islampun mengungkapkan Definisi
filsafat Pendidikan Islam, seperti berikut:
1.Menurut
Ahmad Fuad al-Ahwani: Filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia
yang disinari ajaran Islam. Dan menurut Mustofa Abdur Razik: Filsafat Islam
adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam,
tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya.[10]
2.Muzayyin
Arifin berpendapat tentang filsafat pendidikan Islam adalah konsep berfikir
tentang kependidikan yang bersumberkan atau berlandaskan ajaran agama Islam
hakekat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing
menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh agama Islam.
Definisi ini memberi kesan bahwa filsafat pendidikan Islam sama
dengan filsafat pada umumnya. Dalam arti bahwa filsafat Islam mengkaji tentang
masalah yang ada hubungannya dengan pendidikan seperti manusia sebagai subyek
dan objek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan dan guru. Bedanya dengan
filsafat pendidikan pada umumnya adalah bahwa didalam filsafat pendidikan
Islam, semua masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran Islam
yang bersumberkan al-Quran dan al-Hadist. Dengan kata lain bahwa kata Islam
yang mengiringi kata filsafat pendidikan itu menjadi sifat, yakni sifat dari
filsafat pendidikan tersebut.
3. Menurut
Zuhairini, dkk (1955) Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan
filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah
kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan
manusia muslim dan umat Islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka
artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem filsafat Islam
dalam memecahkan problematika pendidikan umat Islam yang selanjutnya memberikan
arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.
4. Sedangkan
Abuddin Nata (1997) mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu kajian
filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan
yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer, dan pendapat
para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain itu,
Filsafat Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan jasa
filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal
tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru,
kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan al-Hadis
sebagai dasar acuannya.
5. Adapun
pendapat Omar Muhammad Al-Tomy Al-Saibany: menurutnya bahwa filsafat pendidikan
Islm tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dari kaidah filsafat Islam
dalam bidang pendidikan yang didasarkan
dalam ajaran Islam.[11]
B. Objek filsafat pendidikan islam
Karena filsafat pendidikan islam memadukan
dua hal pokok, yang didasarkan ajaran islam, yaknifilsafat dan pendiidkan, maka
objek kajian filsafat pendidikan islam adalah objekkajian filsafat dan objek
kajian pendidikan.
Objek filsafat ada dua yaitu Objek Materia dan Objek Forma, tentang
objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia sains. Sains memiliki
objek materia yang empiris; filsafat menyelidiki objek itu juga, tetapi bukan bagian
yang empiris melainkan bagian yang abstrak. Sedang objek forma filsafat tiada
lain ialah mencari keterangan yang sedalam-dalamnya tentang objek materi
filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada). Dari uraian
tertera di atas jelaslah, bahwa:
Objek materia filsafat ialah Sesuatu yang ada, seperti berikut:
Ø Hakekat Tuhan
(metafisik)
Ø Hakekat Alam
dan (kosmologi)
Ø Hakekat Manusia
(Jiwa dan raga)
Objek forma
filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal (sedalam-dalamnya sampai
ke akarnya) tentang objek materi filsafat (sarwa-yang-ada).
Dalam buku
Filsafat Agama; Titik Temu Akal dengan Wahyu karangan Dr. H. Hamzah Ya’qub
dikatakan bahwa objek filsafat ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya. Di
sinilah diketahui bahwa sesuatu yang ada atau yang berwujud inilah yang menjadi
penyelidikan dan menjadi pembagian filsafat menurut objeknya ialah:
1. Ada Umum
yakni menyelidiki apa yang ditinjau secara umum. Dalam realitanya terdapat
bermacam-macam yang kesemuanya mungkin adanya. Dalam bahasa Eropa, ADA UMUM ini
disebut “Ontologia” yang berasal dari perkataan Yunani “Onontos” yang berarti
“ada”, dalam Bahasa Arab sering menggunakan Untulujia dan Ilmu Kainat.
2. Ada Mutlak,
sesuatu yang ada secara mutlak yakni zat yang wajib adanya, tidak tergantung
kepada apa dan siapapun juga. Adanya tidak berpermulaan dan tidak
berpenghabisan ia harus terus menerus ada, karena adanya dengan pasti. Ia
merupakan asal adanya segala sesuatu. Ini disebut orang “Tuhan” dalam Bahasa
Yunani disebut “Theodicea” dan dalam Bahasa Arab disebut “Ilah” atau “Allah”.
3. Comologia,
yaitu filsafat yang mencari hakekat alam dipelajari apakah sebenarnya alam dan
bagaimanakah hubungannya dengan Ada Mutlak. Cosmologia ini ialah filsafat alam
yang menerangkan bahwa adanya alam adalah tidak mutlak, alam dan isinya adanya
itu karena dimungkinkan Allah. “Ada tidak mutlak”, mungkin “ada” dan mungkin
“lenyep sewaktu-waktu” pada suatu masa.
4. Antropologia
(Filsafat Manusia), karena manusia termasuk “ada yang tidak mutlak” maka juga
menjadi objek pembahasan. Apakah manusia itu sebenarnya, apakah
kemampuan-kemampuannya dan apakah pendorong tindakannya? Semua ini diselidiki
dan dibahas dalam Antropologia.
5. Etika:
filsafat yang menyelidiki tingkah laku manusia. Betapakah tingkah laku manusia
yang dipandang baik dan buruk serta tingkah laku manusia mana yang
membedakannya dengan lain-lain makhluk.
6. Logika:
filsafat akal budi dan biasanya juga disebut mantiq. Akal budi adalah akal yang
terpenting dalam penyelidikan manusia untuk mengetahui kebenaran. Tanpa
kepastian tentang logika, maka semua penyelidikan tidak mempunyai kekuatan
dasar. Tegasnya tanpa akal budi takkan ada penyelidikan. Oleh karena itu
dipersoalkan adakah manusia mempunyai akal budi dan dapatkah akal budi itu
mencari kebenaran? Dengan segera timbul pula soal, apakah kebenaran itu dan
sampai dimanakah kebenaran dapat ditangkap oleh akal budi manusia. Maka
penyelidikan tentang akal budi itu disebut Filsafat Akal Budi atau Logika. Penyelidikan
tentang bahan dan aturan berpikir disebut logica minor, adapun yang menyelidiki
isi berpikir disebut logica mayor. Filsafat akal budi ini disebut Epistimologi
dan adapula yang menyebut Critica, sebab akal yang menyelidiki akal.[12]
Kemudian objek kajian pendidikan
adalah tentang visi misi, tujuan, proses belajar mengajar, tenaga kependidikan,
karakter murid dan mutu lulusan, sarana prasarana, pembiyayaan, pengelolaan,
lingkunga, kerja sama dan evaluasi.[13]
Secara makro (umum) apa yang menjadi
obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau
permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek
pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek
filsafat pendidikan meliputi:
a. Merumuskan
secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
b. Merumuskan
sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c. Merumuskan
secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
d. Merumuskan
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e. Merumuskan
hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).
f. Merumuskan
sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian
dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek
filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia
untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan
dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu
dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.[14]
C.
METODE-METODE FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Filsafat Islam dalam memecahkan berbagai
problematika pendidikan Islam ada beberapa metode yang digunakan. Adapun
metode-metode yang digunakan, yaitu:
- Metode Kontemplasi dan Spekulasi
Metode kontemplasi dan spekulasi terbagi
menjadi 3 pokok persoalan yaitu : kontemplasi dari segi tasawuf, kontemplasi
dari segi epistemologi dan spekulasi,
- Menurut Dagobert D. Runes, kontemplasi
dari segi tasawuf (mistik) disebut meditasi, sebagai ilmu yang lebih
tinggi karena intuisi dalam memecahkan satu persoalan. Sedangkan menurut
Dr. Harun Nasution, kontemplasi secara sufisme adalah proses perenungan
yang berlangsung lama sehingga apa yang direnungkan merefleksi dan menyatu
dengan diri sendiri sebagaimana intisari dari sufisme, yaitu kesadaaran
akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan, dengan
cara mengasingkan diri dan kontemplasi.
- Menurut M. Noor Syam, kontemplasi dari
segi epistemology adalah perenungan artinya memikirkan sesuatu hal yang
bersifat abstrak tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objeknya.
Objek perenungan bisa berupa apa saja, misalnya makna hidup, mati,
kebenaran, keadilan, dan lain sebagainya.
- Menurut M. Noor Syam, spekulasi adalah
perenungan dengan pikiran yang tenang, kritik dan reflektif thinking
(pikiran murni), cenderung menganalisa, menghubungkan antar masalah,
berulang-ulang sampai mantap.
- Pendekatan Normatif
Arti umum dari norma adalah suatu ketentuan
yang didasarkan kepada baik buruknya suatu perbuatan di dalam masyarakat
tertentu, atau disebut juga aturan-aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat,
mengenai baik buruk sesuatu perbuatan. Jika didasarkan kepada Normatif Islam,
maka disebut pendekatan syari’ah yaitu mencari ketentuan-ketentuan dan
menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh menurut syari’at Islam.
Obyeknya adalah tingkah laku dan perbuatan. Metode ijtihadnya adalah istihsan,
maslahah mursalah, al ‘adah muhkamah, adalah merupakan contoh-contoh dari
metode-metode Normatif dalam Sistem Filsafat Islam.[15]
- Pendekatan Analisa Konsep dan Analisa
Bahasa
Analisa konsep adalah suatu analisa mengenai
istilah-istilah yang memuat gagasan, ide dan konsep. Atau dapat juga dikatakan
bahwa konsep adalah tangkapan atau pengertian seseorang terhadap sesuatu obyek.
Analisa konsep dan bahasa adalah saling interdipandensi karena analisa bahasa
(linguistik) adalah berusaha untuk menginterpretasikan terhadap arti dan makna
suatu konsep atau ide yang dimiliki. Makna suatu ide hanya dapat dipahami dan
dimengerti jika dituangkan dalam bahasa yang baku dan baik.
- Historical Philosophy Approach (Metode
Pendekatan History)
Dalam buku Filsafat Pendidikan Islam Depag,
Pendekatan Historis artinya sejarah, yaitu mengambil pelajaran dari peristiwa
dan kejadian masa lalu. Suatu kejadian atau peristiwa dalam pandangan
kesejarahan terjadi karena sebab akibat, dan terjadi dalam suatu setting
situasi, kondisi dan waktunya sendiri. Dalam system pwmiliran filsafat,
pengulangan sejarah (peristiwa sejarah) yang sesungguhnya tidak mungkin
terjadi. Peristiwa sejarah berguna untuk memberikan petunjuk dalam membina masa
depan.
- Pendekatan Ilmiah
Pendekatan Ilmiah terhadap masalah aktual, yang
pada hakikatnya merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari pola berfikir
rasional, empiris dan eksperimental yang telah berkembang pada masa jayanya
filsafat dalam islam. Pendekatan ini tidak lain adalah merupakan realisasi dari
ayat al-Qur’an dalam Q.S Ar Ra’d ayat 11, diterangkan:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”[16]
- Pendekatan Komprehensif
Dalam system filsafat Islam pendekatan
komprehensif ini pernah berkembang yang sifatnya terpadu antara sumber-sumber
naqli, aqli dan imani, sebagaimana yang Nampak dikembangkan oleh Imam
Al-Ghozaly. Menurutnya, kebenaran yang hakiki adalah kebenaran yang diyakini betul-betul
sebagai kebenaran. Kebenaran yang mendatangkan keamanan dalam jiwa, bukan
kebenaran yang mendatangkan keragu-raguan. Untuk mencapai itu kebenaran yang
benar-benar diyakini harus melalui pengalaman dan merasakan. Pendekatan ini
lebih mendekati pola berpikir yang empiris dan intuitif.[17]
D.
KEGUNAAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Kegunaan filsafat secara umum ialah untuk memperoleh pengertian
(makna) dan untuk menjelaskan gejala atau peristiwa alam dan sosial. Itu
berarti orang yang berfilsafat harus berpikir obyektif atas hal-hal yang
obyektif, bukan menghayal.
Dari situlah para ahli dibidang tersebut telah banyak meneliti
secara teoritis mengenai kegunaan Filsafat Pendidikan Islam. Umar Muhammad
Al-Tomi Al-Saidany misalnya mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari Filsafat
Pendidikan Islam tersebut sebagai berikut:
1) Filsafat pendidikan
itu dapat menolong para perancang pendidikan dan orang-orang yang
melaksanakannya dalam suatu Negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap
proses pendidikan. Disamping itu dia dapat menolong terhadap tujuan-tujuan dan
fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalah pendidikan dan
peningkatan tindakan dan keputusan termasuk rancangan-rancangan pendidikan
mereka. Selain itu ia juga berguna untuk memperbaikia peningkatan pelaksanaan
pendidikan serta faedah dan cara mereka mengajar yang mencangkup penilaian,
pembimbingan dan penyuluhan.
2) Filsafat pendidikan
dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti yang
menyeluruh. Penilaian pendidikan itu dianggap persoalan yang perlu bagi setiap
pengajaran yang baik. Dalam pengertian yang terbaru penilaian pendidikan
meliputi segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah, institusi
pendidikan secara umum untuk mendidik angkatan baru dan warga Negara dan segala
yang berkaitan dengan filsafat.
3) Filsafat pendidikan
akan menolong dalam memberikan pendalaman pemikiran bagi faktor-faktor
spiritual, kebudayaan, social, ekonomi, dan politik dinegara kita.
Sedangkan kegunaan Filsafat Pendidikan Islam menurut Prof. Mohammad
Athiyah Abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5
tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “At Tarbiyah Al
Islamiyah Wa Falsafatuha“ yaitu:
1) Untuk membantu
pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah
jiwa pendidikan Islam.
2) Persiapan untuk
kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh
perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja,
tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3) Menumbuhkan ruh
ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia
mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada
sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4) Menyiapkan pelajar dari
segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi
tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari
rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan
keagamaan.
5) Persiapan untuk mencari
rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah
semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh
perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan
aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara
agama dan ilmu pengetahuan.
Al-Syaibany khusus menjelaskan bahwa mempelajari filsafat
pandidikan Islam memiliki beberapa kegunaan sebagai berikut:
a) Filsafat pendidikan Islam dapat membantu para perencana dan para
pelaksana pendidikan untuk membentuk suatu pemikiran yang sehat tentang
pendidikan.
b) Filsafat pendidikan Islam merupakan asas bagi upaya menentukan
berbagai kebijakan pendidikan.
c) Filsafat pendidikan dapat dijadikan asas bagi upaya menilai
keberhasilan pendidikan.
d) Filsafat pendidikan dapat dijadikan sandaran intelektual bagi
mereka yang berkecimpung dalam dunia praksis pendidikan. Sandaran ini digunakan
sebagai bimbingan ditengah-tengah maraknya berbagai aliran atau system
pendidikan yang ada.
e) Filsafat pendidikan Islam dapat dijadikan dasar bagi upaya
pemberian pemikiran pendidikan dalam hubungannya dengan masalah spiritual,
kebudayaan, social, ekonomi, dan politik.
Berdasar pada kutipan diatas timbul kesan bahwa kegunaan dan fungsi
filsafat pendidikan Islam ternyata sangat strategis dia seolah-olah menjadi
acuan dalam memecahkan permasalahan dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena
yang diselesaikan filsafat pendidikan Islam itu adalah bidang filosofinya yang
menjadi akar dari setiap permasalahan kependidikan. Dalam berpedoman pada
filsafat pendidikan setiap masalah pendidikan akan dapat dipecahkan secara
komprehensif integrated, dan tidak parsial, tambal sulam atau
sepotong-sepotong. Melihat demikian besar jasa yang dimainkan oleh
filsafat,tidak mengherankan jika Al-Saibany lebih lanjut mengatakan seharusnya
filsafat pendidikan, amaliah pendidikan, dan pengajaran mendapat penghargaan
dan penghormatan dari pihak-pihak pelajar, para guru, dan orang-orang yang
berkiprah dalam bidang pendidikan. Dengan penghargaan dalam arti memanfaatkan
jasa filsafat pendidikan sebaik-baiknya, mereka akan memiliki sandaran dan
rujukan intelektual yang berguna untuk membela tindakan-tindakannya dalam
bidang pendidikan dan pengajaran.
Namun demikian, uraian tentang fungsi filsafat pendidikan Islam
tersebut member kesan terlalu umum dan abstrak. Fungsi filsafat pendidikan
lebih konkrit lagi dijelaskan oleh Ahmad D. Marimba. Menurutnya bahwa filsafat
pendidikan dapat menjadi pegangan pelaksanaan pendidikan yang menghasilkan
generasi-generasi baru yang berkepribadian Muslim. Generasi-generasi baru ini
selanjutnya akan mengembangkan usaha-usaha pendidikan dan mungkin mengadakan
penyempurnaan atau penyusunan kembali filsafat yang mendasari usaha-usaha
pendidikan itu sehingga membawa hasil yang lebih besar. Pendapat yang terakhir
ini memberi petunjuk bahwa filsafat pendidikan Islam selain menjadi acuan bagi
pendidikan dalam menghasilkan generasi yang Islami, dihasrapkan juga dapat
mendukung pengembangan konsep filsafat pendidikan Islam itu sendiri. Dengan
demikian pendapat yang terakhir ini Nampak lebih mengorientasikan filsafat
pendidikan pada upaya mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Hal ini tidak
terlalu salah, mengingat bahwa dari seluruh kegiatan dan aspek pendidikan yang
ada, pada akhirnya memang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan itu
sendiri. Jadi seseorang boleh saja mengorbankan atau merubah cara, tetapi tidak
boleh begitu saja merubah atau mengorbankan tujuan pendidikan.
Selanjutnya Muzayyin Arifin yang pendapatnya banyak dikutip dalam
pembahasan bab ini mengatakan, bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat
pendidikan Islam merupan pemikiran mendasar yang melandasi dan mengarahkan
proses pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh karena itu filsafat itu juga memberikan
gambaran tentang sampai dimana proses tersebut dapat direncanakan dan dalam
ruang lingkup serta dimensi bagaimana proses tersebut dilaksanakan selain itu
dia juga mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam juga bertugas melakukan
kritik-kritik tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan
Islam itu serta sekaligus memberikan pengarahan mendasar tentang bagaimana
metode tersebut harus didaya gunakan atau diciptakan agar efektif untuk
mencapai tujuan. Dari uarainya ini Muzayyain Arifin menyimpulkan bahwa filsafat
pendidikan Islam itu seharusnya bertugas dalam tiga (3) dimensi yakni:
1) Memberikan landasan sekaligus mengarahkan kepada proses
pelaksanan pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam.
2) Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan.
3) Melakukan evaluasi terhadap metode dari proses pendidikan.
Dengan memperhatikan uraian tersebut dapat diketahui ternyata
filsafat pendidikan Islam berfungsi mengarahkan dan memberi landasan pemikiran
yang sistematik, mendalam, logis universal, dan radikal terhadap berbagai
masalah yang beroperasi dalam bidang pendidikan dengan menempatkan Al-Quran
sebagai dasar acuannya. Dengan demikian, jika dijumpai permasalahanyang
terdapat dalam bidang pendidikan, maka cara penyelesaiannya yang ideal dan
komprehensif harus dimulai dari tinjauan filosofisnya, karena pemecahan yang
ditawarkan filsafat pendidikan ini sifatnya menyeluruh, komprehensif, mendasar
dan sistematis, sebagaimana hal itu menjadi ciri khas dari pemikiran filsafat.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Islam dengan
sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para
ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai
masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran untuk kita
katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang
pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Terbukti dengan
pemaparan di sampaikan di pembahasan, bahwa dengan filsafat
pendidikanislambukanhanya semata-mata pengetahuan tradisional biasa, tapi mampu
menjadi pendidikan yang mampu mewujudkan manusia kepada tujuanyang
sesungguhnya, mencapai ridho Allah dengan menggaktualisasikan pemkirannya
secara mendalamdan menyeluruh.
Demikian pula
pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan
bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam.
Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan
jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam
bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari
luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal
prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita
selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang
telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak
lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka
dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh
terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah
percaturan global.
DAFTAR PUSTAKA
Abkhtiar, Amstal, Tema-tema filsafat islam
(Jakarta:UIN Jakarta Press 2005)
Amad, Abu, Filsafat
Islam,(Semarang:Tohaputra,1988)
Arifin ,
Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam (revisi),( Jakarta: Bumi Aksara,
2005).
Daradjat,Zakiah, dkk, Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,1984)
http://kumpulanmakalahkuliah.blogspot.com.
Nata ,Abuddin, pemikiran pendidikan islam dan
Barat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2012)
Saifullahi, Ali, Antara Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta:Usaha Nasional,)
Supriyadi, Dedi, Pengantar Filsafat Islam,(
Bandung :Pustaka Setia, 2010)
Siregar, Marasudin, Filsafat Pendidikan
Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang , 2003)
Tafsir,Ahmad, Filsafat Umum, (Bandung:
RemajaRosdakarya, 1990)
[1] Muzayyin Arifin. Filsafat Pendidikan Islam (revisi). Bumi
Aksara. Jakarta. 2005. hal 7.
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: RemajaRosdakarya, 1990) hlm 8
[3] AmstalAbkhtiar, Tema-tema filsafat islam (Jakarta:UIN Jakarta Press
2005) hlm 1-8
[4] Ahmad Tafsir,Filsafat Umum, hlm 8
[5] Abu Amad, Filsafat Islam,(Semarang:Tohaputra,1988)hlm 9
[6] Abuddin nata, pemikiran pendidikan islam dan Barat, Rajagrafindo
Persada, hlm12
[7] Abuddin nata, pemikiran islam dan barat, rajagrafindo persada, halm19
[8] Hans Wehr, A dictionary of modern Written Arabic, hlm 324
[9] John Dewey,Democracy and education,hlm 383
[10] Supriyadi, Dedi, 2010, Pengantar Filsafat Islam, Pustaka Setia,
Bandung, hal.28.
[11] http://kumpulanmakalahkuliah.blogspot.com.
[12] Dr. H. Hamzah Ya’qub, op. cit., h. 7-8
[13] Abuddin nata, pemikiran islam dan barat, rajagrafindo
persada, halm 40
[14] Ali Saifullahi, Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional,
[15] Marasudin Siregar, Filsafat
Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang ,
2003), hlm. 11-13
[16] Zakiah Daradjat, dkk, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam,1984), hlm. 125
[17] Marasudin Siregar, Filsafat
Pendidikan Islam, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang ,
2003), hlm. 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar