BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap anak lahir dalam keadaan suci.
Sesuai dengan hadits Nabi saw:
كُلُّ
مَوْلُوْدٍيُوْلَدُعَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يَعْرُبَ عَنْهُ لِسَانُهُ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَجِسَانِهِ. (الحديث)
“semua anak dilahirkan atas
fitrah, sehingga ia jelas omongannya. Kemudian orangtuanyalah yang menyebabkan
anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (HR. Abu Ya’la,
Al-Thabrani, dan Al-Baihaqi dan Al-Aswad bin Sari).
Berdasarkan hadits diatas, dijelaskan
bahwa orang tuanyalah penyebab bagaimana anak itu akan menjalani kehidupannya.
Tujuan dari pernikahan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah mawadah, warahmah diantara sesama anggota keluarganya,
diantaranya yaitu dengan memiliki keturunan yang shaleh dan shalehah. Dalam
upaya menghasilkan generasi yang berkualitas, shaleh dan shalehah, diperlukan
adanya usaha yang konsisten dan kontinu dari orang tua dalam melaksanakan tugas
memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anak mereka baik lahir maupun batin
sampai anak tersebut dewasa dan/mampu berdiri sendiri, dimana tugas ini
merupakan kewajiban orang tua.
Sejalan dengan itu, Allah swt melalui
Luqman al-Hakim memberikan contoh-contoh bagaimana Luqman dalam mendidik
anak-anaknya yang diabadikan dalam al-Quran surah Luqman, yang mana Allah swt,
menganjurkan para orang tua untuk berkaca atau meniru apa yang Luqman al-Hakim lakukan dalam mendidik anak-anaknya,
untuk menghasilkan generasi yang berkualitas. Maka dari itu, dalam makalah ini
penulis akan menguraikan metode Luqman dalam mendidik anak.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang belakang diatas, adapun masalah yang ingin
digali dalam pembuatan makalah ini seperti terangkum dalam
pertanyaan-pertanyaan dibawah ini:
1)
Siapakah Luqman al-Hakim ?
2)
Pentingkah mendidik anak?
3)
Apa saja esensi pokok pendidikan Luqman Al-Hakim?
4) Metode apa saja yang diterapkan Luqman dalam mendidik anak?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah :
1) Untuk mengetahui biografi Lukman al-Hakim.
2) Untuk mengetahui seberapa penting mendidik anak.
3) Untuk mengetahui esensi pokok pendidikan Luqman Al-Hakim
4) Untuk mengetahui metode Luqman dalam mendidik anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Biografi Luqman al-Hakim
Luqman Al-Hakim adalah
seorang yang diberikan hikmah oleh Allah SWT. Sebagaimana disebutkan oleh
Allah SWT dalam firman- Nya, “Dan sesungguhnya telah kami berikan
hikmah kepada luqman...”(QS. Luqman :12).
Jumhur ulama ahli takwil
menyatakan: Lukman adalah seorang wali bukan Nabi. Yang benar Lukman adalah
seorang laki-laki yang hakim (bijak) mendapat hikmah dari Allah, dia benar
dalam aqidah, dan ahli di bidang agama dan cerdas akalnya, dia seorang Hakim
Agung Bani Israil.
Ibnu Umar menyatakan:
Saya mendengar Rasululah saw. bersabda:
لم يكن لقمان
نبيًّا ولكن كان عبدا كثيـر التفـكر حسن اليقين, أحبَّ الله تعالى فأحبـه, فمَنَّ
عليه بالحكمـة, وخـيَّره فى أن يجعله خليفة يحكم بالحقِّ.(ابن الحاتم)
(Lukman
bukanlah seorang Nabi, tetapi dia seorang hamba yang banyak berfikir dan
memiliki keyakinan yang baik, dia mencintai Allah Ta’alaa, dan Allah mencintainya. Allah menganugerahinya hikmah,
dan Allah memilihnya untuk dijadikan kholifah atau pemimpin untuk menetapkan
hukum dengan benar)
Mujahid
berkata : Luqman Al-Hakim adalah seorang hamba habasyah yang bibirnya
tebal dan kedua tumitnya pecah-pecah . dia didatangi seseorang ketika sedang
duduk dan memberikan ceramah di hadapan banyak orang. Dia bertanya kepada
luqman, “ bukankah dulu anda yang menggembala kambing ditempat ini dan
ini ? “ Luqman menjawab : “ ya.” orang itu bertanya lagi,”
apa yang membuat anda mencapai kedudukan ini ?” beliau menjawab , “
berbicara jujur dan diam dari sesuatu yang tidak perlu.”
Tentang
pekerjaan Luqman, ada beberapa pendapat: Sa’id Ibnul Musayyab menyatakan; Dia
seorang penjahit. Menurut Kholid ar Ruba’ie: Dia seorang tukang kayu.
Dari pendapat lain: Lukman adalah seorang tukang kayu, orang miskin berkulit
hitam dari Sudan, yang diberi hikmah oleh Allah setingkat dengan kenabian.
Hikmah menurut
bahasa, terdapat dalam Kamus Munjid: Kalimat yang sesuai dengan kebenaran,
filsafat, urusan yang benar, keadilan, ilmu, ketulusan. Menurut Ibnu Abbas,
hikmah adalah: Ilmu, kefahaman, serta kebenaran dalam ucapan dan tindakan.
Dalam pemakaian sehari-hari hikmah adalah: Kearifan dan kebijaksanaan. Ahmad al
Maroghie dalam Tafsirnya menyatakan: Hikmah adalah akal sehat atau kecerdasan,
dan telah banyak kata-kata mutiara hikmah dari Lukman, sebagai upaya mendidik
anak-anaknya antara lain: “Wahai anakku sesungguhnya dunia ini ibarat sebuah
lautan yang dalam, dan telah menenggelamkan banyak manusia, oleh karena itu
jadikanlah taqwa kepada Allah sebagai perahumu, iman sebagai muatannya, dan
tawakal sebagai layarnya, maka engkau akan selamat”. Kata mutiara lainnya:
“Barang siapa yang memiliki kendali diri, maka akan mendapatkan penjagaan dari
Allah, dan barang siapa yang adil terhadap dirinya sendiri, maka Allah berkenan
menambah kemulyaan baginya. Meremehkan ketaatannya kepada Allah, maka berarti
mendekati Allah dengan maksiyat”. Kata mutiara lainnya: “Wahai anakku, jangan
terlalu manis, maka kamu akan ditelan orang, dan jangan terlalu pahit, maka
kamu akan dimuntahkan orang”. Kata mutiara Lukman yang lain: “Hai anakku,
apabila engkau hendak berteman dengan seseorang, maka buatlah dia marah, bila
dia bertindak adil kepadamu, ketika dia marah, maka jadikanlah dia temanmu,
bila tidak, maka jauhilah dia”.
Dan Lukman
sebagai orang yang diberi hikmah diperintah bersyukur kepada Allah, karena
siapa orang yang diberi hikmah berarti diberi anugerah yang teramat banyak dan
besar, sebagaimana firman Allah dalam surat al Baqarah 269:
“Allah
menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (QS.
Al-Baqarah :269)
Orang yang diberi hikmah adalah mendapatkan anugerah yang sangat besar
dari Allah, oleh karena itu wajib bersyukur kepada Allah atas anugerah hikmah
tersebut. Orang yang diberi hikmah oleh Alah, tampil sebagai pribadi yang
berakhlakul karimah, adil, arif dan bijaksana, terhadap segala urusan baik
urusan dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, atau terhadap sesama makhluk
hidup. Orang tersebut akan tampak sebagai hamba kekasih Allah, kehidupannya
terhormat, dan taat menjalankan semua perintah Allah dan sanggup menjauhi semua
larangan Allah. Inilah pribadi muttaqin menurut pandangan Islam.
2.2.
Arti
Penting Mendidik Anak
Pada
kebun fitrah pertama, Allah SWT telah menggariskan untuk manusia,
anak Adam terlahir, lalu orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani,
atau Majusi, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
كُلُّ
مَوْلُوْدٍيُوْلَدُعَلَى الْفِطْرَةِ حَتَّى يَعْرُبَ عَنْهُ لِسَانُهُ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْيُمَجِسَانِهِ. (الحديث)
“semua anak dilahirkan atas fitrah,
sehingga ia jelas omongannya. Kemudian orangtuanyalah yang menyebabkan anak itu
menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (HR. Abu Ya’la, Al-Thabrani, dan Al-Baihaqi
dan Al-Aswad bin Sari)
Dari awal akan tampak,apakah
langkah-langkah pendidikan itu baik atau rusak, tergantung orang tuanya,
bagaimana cara mendidik anak-anak mereka. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya
mereka adalah bekal masa depan bahkan mereka adalah masa depan itu sendiri.
Dengan merekalah umat akan terangkat.
Memperhatikan mereka akan menjadikan umat akan berkembang di masa
mendatang, sebaliknya mangabaikan mereka mengancam kekelaman di masa mendatang.
Di samping itu pula orang tua juga akan bertanggung jawab kepada Allah SWT atas
mereka. Allah SWT akan menanyakan kepada kita tentang mereka dan tentang
pendidikan mereka. Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”
(QS; At-Tahrim: 6)
Rasulullah SAW menyatakan bahwa anak-anak,yang tidak
sholih-sholihah, akan menyebabkan orang tua mereka menjadi bodoh, kikir, pengecut,
dan senantiasa bersedih. Bodoh karena ketiadaan waktu untuk belajar agama
disebabkan kesibukan mencari materi untuk anak-anak. Kikir karena merasa sayang
untuk berinfak sebab merasa kebutuhan anak-anak belum semuanya tercukupi. Pengecut
karena enggan menunaikan amar makruf nahi munkar sebab memikirkan keselamatan
anak-anak dari resiko penegakan kebenaran, dan senantiasa bersedih sebab
anak-anak itu hanya menambah beban kesedihan akan permintaan mereka
yang diluar kemampuan atau berbagai kenakalan yang membawa-bawa orang
tua.
Pada akhirnya tidak ada pilihan lain bagi orang tua muslim
kecuali menjadikan anak-anak mereka sebagai pribadi shalih-shalihah yang siap
menghadapi zamannya. Agar anak-anak itu membawa izzah (kemuliaan) bagi orang
tua dan menjadi investasi dunia akhirat. Serta memberikan pahala yang mengalir
tiada putus-
putusnya jika orang tua mendahului mereka menghadap Allah SWT, atau membukakan
pintu jannah bagi orang tua jika mereka lebih dahulu meninggal.
2.3. Esensi
Pokok Pendidikan Luqman Al-Hakim
2.3.1. Pendidikan Aqidah Tauhid
Pendidikan
aqidah tauhid merupakan pendidikan pertama dan utama yang harus diberikan
kepada anak-anak, agar anak sejak dini mengenal Tuhan yang menciptakan alam
semesta termasuk manusia dan diri anak itu sendiri. Pendidikan tauhid bertujuan
agar anak menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT. Perlu dijelaskan
bahwa yang dilarang ialah mempersekutukan Allah dengan sesuatu. Dalam Islam ada
satu kaidah hukum yang menyatakanالنهي
عن الشئ أمر بضـده (Larangan
terhadap sesuatu itu berarti perintah terhadap kebalikan sesuatu itu).
Jadi
kalau yang dilarang musyrik, maka orang diperintah mentauhidkan (mengesakan)
Allah. Larangan musyrik terhadap anak sudah barang tentu sebelumnya sudah
melaui proses pembentukan keimanan yang kokoh kuat melalui pendidikan. Sebab
tidak mungkin orang melarang orang lain terutama anaknya terhadap sesuatu
perbuatan tanpa diketahui terlebih dahulu tentang hal dilarangnya.
Sejak
baru lahir anak telah dikenalkan dengan Tuhan Allah, dengan cara mebiisikkan
kalimat adzan pada telinganya, sebagai pendidikan utama dan pertama setelah
lahir didunia, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw., yang diriwayatkan
oleh Abu Rofi’ ia menyatakan bahwa dia menyaksikan Rasulullah saw.:
رايت
رسول الله صلى الله عليه وسلم اَذَّنَ فى اُذنِ الحسـن بن علىٍّ حين ولدته فاطمـةُ
بالصلاةِ (ابو داود)
(Saya
melihat Rasulullah saw. melakukan adzan pada telinga al Hasan bin Ali ketika
baru dilahirkan oleh Fathimah, seperti adzan untuk sholat).
Setelah
anak mulai bisa berbicara, beraktivitas mandiri diperkenalkan dengan
sifat-sifat Allah terutama sifat kasih sayang Allah kepada manusia terutama
anak-anak, dengan menghafalkan surat al Ikhlas dan sebagainya. Anak diajak
mengenal ciptaan Alah dalam wujud alam semesta yang berada disekitar kehidupan
anak, pepohonan yang hijau, sawah terbentang luas, buah-buahan yang nikmat cita
rasanya, semuanya anugerah Allah untuk manusia. Dan pada gilirannya anak akan
mengenal jati dirinya, kedudukanannya di hadapan Allah dan di hadapan sesama
manusia dan makhluk lainnya. Sebagaimana tersebut dalam ayat: 13 surat Lukman:
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar" (QS. Luqman;13)
Pernyataan
“hai anakku”, menunjukkan bahwa pendidikan Lukman menggunakan pendekatan
cinta kasih. Ahmad Musthofa al Maroghie menyatakan: “Dholim adalah: meletakkan
sesuatu bukan peda tempatnya”. Kedholiman besar ketika orang menyamakan antara
Dzat yang tidak ada kenikmatan kecuali dari pada-Nya, yakni Allah SWT. dengan
makhluk yang tidak mampu memberi kenikmatan kepada siapapun, yakni patung atau
berhala”.
Aqidah (keimanan yang kuat) adalah kunci
dari keberagamaan seseorang, dan itu akan diperoleh melalui pendidikan dan
latihan secara tekun dan terus menerus, baik melalui pendidikan keluarga, atau
pendidikan formal, misalnya di Madrasah, Sekolah, pesantren, bisa juga melalui
pengajian di majelis-majelis ta’lim.
Aqidah
yang kuat akan menjauhkan manusia dari syirik atau mempersekutukan Allah dengan
tuhan-tuhan lainnya. Dan manusia dalam hidupnya memiliki prinsip yang tegas
sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi saw. dan kita ucapkan setiap saat: رضيت
بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيًّا ورسولا (Aku rela
Allah Tuhanku, Islam agamaku, dan Nabi muhammad adalah nabi dan utusan Allah).
Sebagaimana hadits dari al Abbas bin Abdul Mutholib, bahwasanya dia mendengar
Rasulullah saw. bersabda, diriwayatkan oleh Muslim:
ذاق
طعـم الإيمان, من رضي باللهِ ربًّا وبالإسـلام ديـنا وبمحـمد رسولاً
(Akan
menikmati lezatnya beriman orang yang rela bahwa Allah Tuhannya, Islam
agamanya, dan Muhammad adalah utusan Allah).
Aqidah
yang baik akan membawa manusia menjadi baik, sebagai tanda bahwa manusia itu
baik adalah paham akan agama Islam dengan baik pula. Sebagaimana sabda
Rasululah saw.
من
يـرد الله به خيـرًا يفـقهـه فى الدين (رواه الشيخان عن معاوية)
(Barang
siapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang baik, maka Allah memberikan
kemampuan memahami tentang seluk beluk agama).
Banyak
orang lalai terhadap pendidikan aqidah untuk anak-anaknya, mereka menganggap
itu kurang penting dan bahkan akan mengganggu perkembangan kepribadian anak dan
menurunkan prestasi anak dalam pendidikan. Realita menunjukkan bahwa banyak
orang tua tidak memiliki bekal untuk mengantar anaknya menjadi manusia yang
baik, yang berguna bagi mereka nanti, baik di masa tua atau sesudah meninggal
dunia.
2.3.2. Pendidikan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Salah
satu tujuan pernikahan: agar memperoleh anak keturunan yang baik,
sebagai tugas melestarikan kehidupan jenis manusia di muka bumi ini. Setelah
keluarga memiliki anak, maka Islam mengatur hak-hak anak terhadap orang tua dan
hak-hak orang tua terhadap anak. Berbicara tentang pendidikan anak, maka
tekanannya adalah bagaimana mendidik anak agar menyadari bahwa dia banyak
berhutang budi kepada kedua orang tua terutama ibu, ibu sebagai perantara dia
lahir ke dunia, maka dia wajib menghargai dan menghormati kedua orang tua
sebagai manusia yang paling berjasa terhadap dirinya sehingga dia lahir dan
hidup di dunia ini. Anak dididik memiliki sopan santun, etika, dan hormat
kepada orang tua dan yang lebih tua dari padanya. Allah sangat bijaksana dalam
mengantar pendidikan ini, Allah sendiri langsung yang memerintahkan, dengan
firman-Nya dalam ayat 14 – 15 surat Lukman:
“dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya
di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan”
Dari
ayat ini ada beberapa pelajaran:
1.
Anak wajib
berbakti kepada kedua ibu bapaknya, dan haram hukumnya melawan atau menentang
kedua orang tua, kapan saja di mana saja, dalam kondisi apa saja. Karena
jasa-jasa keduanya yang tak mungkin terbalas oleh anak manapun. Bahkan Allah
secara tegas berfirman dalam surat al Israa: 23:
“dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”
Banyak
cerita tentang bencana yang akan diterima oleh orang yang tidak berbakti kepada
kedua orang tua (uquuqul walidain), kata orang Jawa "kuwalat".
Oleh karena itu wajib bagi anak berusaha untuk mendapat ridlo orang tua agar
Allah meridloinya, sebagaimana sabda Nabi saw: “Ridlo Allah itu terletak pada
keridloan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah itu terletak pada kemurkaan
kedua orang tua”.
2.
Dilarang
mengikuti perintah orang tua yang mengajak mempersekutukan Allah dengan yang
lain, atau berma’siyat kepada Allah, dan wajib bergaul dengan baik walaupun
agama kedua orang tua bukan orang Islam. Karena anak telah memahami bahwa
menyekutukan Allah dengan yang lain adalah kedholiman yang besar. Dalam satu
riwayat bahwa ayat ini diturunkan meyangkut tentang Sa’od bin Abi Waqosh, ia
berkata: “Ketika saya masuk Islam, ibuku bersumpah, dia tidak akan makan dan
minum, pada hari pertama dia mogok makan saya memanggilnya untuk makan, dia
tidak mau dan dia bertahan, pada hari kedua saya panggil untuk makan, dia
menolak, pada hari ketiga, saya panggil lagi, dia tetap menolak. Lalu saya
berkata kepadanya: “Demi Allah seandainya ibu memiliki seratus nyawa, maka
seratus nyawa itu akan melayang sebelum saya meninggalkan agamaku ini”. Ketika
ibu tahu bahwa saya tidak akan melakukan apa yang dikehendaki agar saya kembali
musyrik, maka dia mau makan”.
3.
Dan setiap anak
wajib menempuh jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang menuju kepada Tuhan
Allah, yakni jalan orang-orang sholeh yang rajin beribadah kepada Allah, dengan
kesadaran bahwa dia akan kembali kepada Allah dan menerima balasan apa yang
telah mereka perbuat di dunia. Inilah pendidikan anak tentang syari’ah agama
yang dianutnya.
Dalam kaitannya berbakti kepada kedua ibu bapak, Abu
Hurairoh berkata: Datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah saw. dan
bertanya:
يا رسول الله من احقُّ الناسِ بحسن صحابتى؟ قال:
أمك, قال: ثم من؟ قال: أمك, قال: ثم من؟ قال: أمك, قال: ثم من؟ قال: أبوك (متفق
عليه)
(Hai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk
saya pergauli dengan baik? Beliau menjawab: Ibumu. Ia bertanya lagi: Lalu
siapa? Beliau menjawab: Ibumu. Ia bertanya lagi: Lalu siapa? Beliau menjawab:
Ibumu. Ia bertanya lagi: Lalu siapa? Beliau menjawab: Ayahmu).
Tepat sekali bunyi ayat di atas menyebut ibu yang mengandung dan menyusui
selama dua tahun terrhadap anaknya, karena betapa penting peran seorang ibu
terhadap perkembangan kepribadian seorang anak.
Dalam hal berbakti kepada kedua orang tua, secara langsung
diperintah oleh Allah, oleh karena sangat tidak mungkin seorang ayah atau ibu
menyatakan kepada anaknya: “Kamu harus berbakti kepadaku”. Oleh karena itu
sangat penting peranan guru atau pembimbing rohani untuk menjelaskan tentang
berbakti kepada dua orang tua dimaksud. Banyak kita jumpai seseorang lebih
hormat kepada gurunya dibanding kepada kedua orang tuanya, hal ini dimungkinkan
anak tidak diserahkan kepada pendidik yang memiliki kapasitas dan kompetensi
yang tepat.
Di Indonesia sudah ada Undang-Undang perlindungan anak, orang
tua dapat dihukum karena menelantarkan anaknya, tetapi belum ada undang-undang
perlindungan orang tua, oleh sebab itu bila ada anak menelantarkan orang
tuanya, tidak dijerat oleh hukum, banyak kasus orang tua telantar, bahkan di
Situbondo ada dua orang anak yang bapaknya sejak sakit sampai meninggal dunia
di rumah sakit tidak mau menjenguk dan mengambil jenazah bapaknya, ini anak
kurang ajar, tetapi tidak dapat dijerat oleh hukum. Hal ini sangat timpang dan
perlu mendapatkan perhatian semua pihak, agar segera ada UU tentang
perlindungan orang tua.
Dalam UU Sisdiknas Nomor: 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan
nasional adalah: untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Sama sekali tidak menyentuh kebaktian seorang anak terhadap kedua orang tuanya,
sehingga sangat sulit dalam pendidikan kita untuk mengembangkan budi pekerti,
karena pangkal utama budi pekerti itu adalah hormat terhadap kedua orang tua
atau lain yang berjasa. Untuk itu perlu ditinjau kembali UU Sisdiknas kita di
masa mendatang, dengan mempertimbangan unsur pokok pendidikan Lukman.
2.3.3. Pendidikan Disiplin dan Taat Terhadap Hukum
Anak
dididik berdisiplin dan taat hukum, character building (pembangunan
mental) dan basic personality
(dasar-dasar kepribadian) anak, maka harus melalui penanaman disiplin yang
tinggi, agar anak memiliki kekuatan jiwa, atau mental yang tinggi, tidak mudah
menyerah dengan keadaan. Dan anak dilatih untuk taat terhadap hukum yang
berlaku, anak dididik mengenal reward and punishment (ganjaran dan hukuman),
agar anak memiliki tanggung jawab terhadap apa saja yang ia kerjakan dan lakukan,
baik dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Sebagaimana yang diajarkan oleh Lukman
dalam surat Lukman: 16:
"Hai anakku,
Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui”.
Anak
dilatih untuk melakukan yang terbaik, agar mereka sadar bahwa semua yang
dilakukan sekecil apapun baik atau buruk, pasti akan dibalas oleh Allah. Anak
dilatih untuk tidak melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
lebih-lebih syari’at yang ditetapkan oleh Tuhan Allah, kata orang sekarang
menjunjung tingi supremasi hukum. Karena dengan tegaknya hukum, maka kehidupan
masyarakat dan negara akan menjadi sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam
surat as Saba: 15: بلدة طيبـة وربٌّ غفـورٌ (Negeri yang baik,
dengan ampunan dari Tuhan yang Maha Pengampun). Anak dilatih melakukan
kewajiban dengan tertib dan baik, karena kesemuanya itu akan kembali kepada
diri mereka sendiri, sehingga oleh anak kewajiban dipandang sebagai kebutuhan
diri sendiri yang mutlak.
Apabila
setiap orang tua menyadari betapa pentingnya pendidikan disiplin dan taat hukum
ini, maka pasti akan ada program khusus dalam rumah tangga tentang pendidikan
tersebut, dan tentu akan terwujud keteladanan setiap orang tua bagi anak-anaknya
tentang disiplin dan taat hukum ini. Anak sudah memahami akan hak dan
kewajiban, dan hukum sebab akibat, sebagaimana pepatah; “Siapa yang menanam
dialah yang akan menuai”, “Siapa menebar angin akan menuai badai”. Sehingga
anak memiliki disiplin pribadi yang kuat.
2.3.4. Pendidikan Pribadi Mandiri dan Bertanggung Jawab
Lukman
al Hakim mendidik anaknya untuk menjadi manusia yang berkepribadian
mandiri dan bertanggung jawab terhadap profesi. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Lukman: 17:
“Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah)”
Ada
tiga hal yang diharapkan oleh Lukman al hakim terhadap anaknya:
1.
Agar anaknya
tekun melaksanakan sholat, sebagai tanggungjawabnya sebagai makhluk individu,
sholat bisa dimaknai sebagai sholat secara harfiyah, tetapi juga sholat sebagai
simbul dari ibadah secara keseluruhan. Sholat dalam arti harfiyah, bahwa sholat
itu mampu mencegah manusia dari perbuatan keji dan mungkar, sedangkan bila
sholat dimaknai sebagai simbolis dari seluruh ibadah, maka anak diharapkan
memiliki pribadi yang teguh sebagai hamba Allah yang tugas pokoknya berbakti
hanya kepada Allah semata. Perintah sholat sudah didahului dengan simpul-simpul
tahapan, ketika anak umur tujuh tahun, ketika anak sudah umur 10 tahun, dan
ketika anak sudah baligh mukallaf, dia bertanggung jawab menerima beban hukum
terutama sholat. Menurut sabda Nabi saw. bahwa anak sudah diperintah melakukan
sholat sejak umur tujuh tahun, dan setelah umur sepuluh tahun, harus dipukul
bila lalai terhadap sholatnya.
مروا اولادكم بالصلاة وهم أبناء سـبع واضـربوهم
عليها وهم ابناء عشـر وفرقوا بينهم فى المضاجع.(احمد وابو داود والحاكم)
(Perintahlah
anakmu sholat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka bila lalai
setelah umur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka).
Anak diperintah pada usia tujuh tahun dan dipukul pada usia
sepuluh tahun, bukan berarti Lukman baru berbicara tentang sholat ketika anak
sudah berumur tujuh tahun, tetapi jauh sebelum itu anak telah dididik untuk
sholat.
2. Anak yang sudah dewasa dan mandiri bertanggung jawab sebagai
makhluk sosial, untuk beramar ma’ruf nahi anil mungkar di tengah masyarakat
luas. Menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap lingkungannya,
pergaulannya, dan masyarakat sekitarnya, artinya diharapkan menjadi pemimpin
bagi orang yang bertaqwa kepada Allah. Sebagaimana do’a kita setiap selesai
sholat, dalam surat al Furqon: 74:
“dan orang orang
yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami
dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa”
Betapa
banyak cerdik pandai, gagah perkasa, tetapi tidak memiliki kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungannya, mereka hanya sibuk mengurusi kebutuhan
sendiri-sendiri, dan itulah kondisi bangsa kita saat ini, sangat memprihatinkan
sekali.
3.
Dididik menjadi
manusia yang sabar menghadapi semua rintangan dan tantangan hidup, termasuk
dalam menjalankan tugas amar ma’ruf nahi anil mungkar, melalui keteladanan
dalam hidup Lukman sebagai manusia yang diberi hikmah kebijaksanaan. Karena
sadar bahwa itu semua adalah suatu kewajiban mulia yang harus dipikul dan tidak
mungkin kehormatan yang diberikan Tuhan itu dilepaskan, dan yakin Tuhan pasti
akan memberikan jalan keluar dari segala kesulitan yang dihadapinya, itu pasti
dan pasti, karena Tuhan Allah tidak akan menipu, dan itulah yang dinamakan
dalam islam “ruhul jihad” atau semangat juang yang tinggi.
2.3.5. Pendidikan Akhlaqul Karimah
Lukman
mendidik anaknya agar memiliki akhlaqul karimah, memiliki rasa sosial
kemasyarakatan yang tinggi, memiliki human relationship yang kuat, tidak
sombong dan congkak, ketika nanti sudah menjadi manusia yang berstatus di
masyarakat, hidup dalam kecukupan atau bahkan memiliki status atau posisi
penting di tengah masyarakat. Dalam surat Lukman: 18 – 19 Lukman berkata kepada
anaknya:
18.dan janganlah kamu memalingkan mukamu
dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
19. dan sederhanalah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai.
Sombong dan congkak itu pada kebiasaannya dilakukan oleh
orang yang sudah mapan dalam kehidupannya, sudah memiliki status atau kedudukan
di masyarakat, sekalipun tidak menutup kemungkinan orang yang tidak memiliki
kemapanan juga ada yang sombong, hal itu luar biasa. Gejala kesombongan itu
dapat terlihat dalam ekspresi wajah, ekspresi sikap, cara berjalan, cara
berbicara, dan bentuk-bentuk lainnya, yang menggambarkan sikap merendahkan atau
meremehkan orang lain, karena merasa dirinya lebih dalam segala hal. Islam
sangat menekankan akhlaqul karimah, karena Nabi Muhammad saw. di utus oleh
Allah untuk menyempurnakan akhlak yang baik, sesuai dengan sabda beliau saw.:
“Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.
Nabi saw. bersabda:
من
كان يؤمن بالله واليوم الأخـر فليحسـن الى جاره, ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخـر
فليكـرم ضـيفـه, ومن كان يؤمن بالله واليوم الأخـر فليقل خيـرا او ليصـمت (رواه
الشيخان)
“(Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berbuat baik kepada
tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah menghormati tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Alah dan
hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam)”.
Dalam
kesempatan lain beliau bersabda:
لا يؤمن احدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسـه (رواه
البخارى ومسلم)
“(Tidak
dinyatakan beriman sempurna seseorang di antara kamu, sampai mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri)”.
Uraian
dalam ayat ini menggambarkan pendidikan bagi anak-anak setelah dewasa nanti dan
memiliki status sosial yang mapan, kedudukan yang lumayan, maka hendaknya
jangan berbuat dholim terhadap siapapun saja terutama terhadap profesinya, dan
berkhianat terhadap amanat yang diberikan kepadanya.
2.4. Metode Luqman Dalam Mendidik Anak
Istilah metode
secara sederhana sering diartikan cara yang cepat dan tepat. Dalam bahasa Arab
istilah metode dikenal dengan istilah thoriqah yang berarti
langkah-langkah strategis untuk melakukan suatu pekerjaan. Akan tetapi menurut
Ahmad Tafsir jika dipahami dari asal kata method (bahasa Inggris) ini
mempunyai pengertian lebih khusus, yakni cara yang cepat dan tepat dalam
mengerjakan sesuatu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara/langkah untuk
melakukan sesuatu hal, dengan demikian maka metode yang dipakai Luqman al-Hakim
dalam mendidik anaknya diantaranya sebagai berikut:
1. Metode Kisah
Menurut kamus Ibn Manzur (1200 H), kisah berasal dari kata qashsha-yaqushshu-qishshatan,
mengandung arti potongan berita yang diikuti dan pelacak jejak. Menurut
al-Razzi (1985:87) kisah merupakan penelusuran terhadap kejadian masa lalu.
Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, kisah sebagai metode
pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peranan yang sangat penting, karena
dalam kisah-kisah terdapat keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat
beberapa alasan yang mendukungnya:
a.
Kisah senantiasa memikat
karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya,
merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam
hati pembaca atau pendengar tersebut.
b.
Kisah dapat menyentuh hati
manusia, karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh,
sehingga pembaca atau pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah
tersebut, seolah-olah dia sendiri yang menjadi tokohnya.
c.
Kisah qurani mendidik
keimanan dengan cara: membangkitkan berbagai perasaan, seperti khauf, ridho dan
cinta (hub), mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu
puncak, yaitu kesimpulan kisah, melibatkan pembaca atau pendengar kedalam kisah
itu sehingga ia terlibat secara emosional.
Kisah qurani merupakan suatu cara dalam mendidik anak agar beriman
kepada Allah. Menurut An-Nahlawi (1996) dengan mengutip pendapat Syayid Qutb
(tt: 117-128) terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1.
Mengungkapkan kemantapan
wahyu dan risalah. Mewujudkan rasa mantap dalam menerima al-Quran dan keutusan
Rasul. Kisah-kisah tersebut menjadi salah satu bukti kebenaran wahyu dan
kebenaran Rasul-Nya.
2.
Menjelaskan bahwa secara
keseluruhan, al-din itu datangnya dari Allah
3.
Menjelaskan bahwa Allah
menolong dan mencintai Rasul-Nya. Menjelaskan bahwa kaum mukminin adalah umat
yang satu dan Allah adalah Rabb nya
4.
Kisah-kisah itu bertujuan
menguatkan keimanan kepada kaum Muslimin, menghibur mereka dari kesedihan atas
musibah yang menimpa mereka
5. Mengingatkan bahwa musuh orang mukmin adalah syaitan;
menunjukkan permusuhan abadi itu lewat kisah akan tampak lebih hidup dan jelas.
2. Metode Nasihat
Metode
nasihat merupakan metide yang yang dilakukan oleh para Nabi kepada kaumnya,
seperti Nabi Saleh yang menasehati kaumnya agar menyembah Allah, dan Nabi
Ibrahim yang menasehati ayahnya agar menyembah Allah dan tidak lagi membuat
patung. Begitu pula al-Quran mengisahkan Luqman yang memberi nasihat kepada anaknya
agar menyembah Allah dan berbakti kepada kedua orang tua serta melakukan
sifat-sifat yang terpuji, seperti yang terdapat dalam QS. Luqman ayat 13
“dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar" (QS. Luqman;13)
Selain dari kisah Nabi dan Luqman di atas, al-Quran sendiri
mengandung ayat-ayat yang mengandung nasihat, seperti nasihat agar tidak
mempersekutukan Allah dan berbuat baik kepada manusia. Dalam al-Quran juga
terdapat nasihat yang berulang-ulang. Hal ini menunjukkan bahwa masalah yang
dinasihati itu penting sesuai dengan konteksnya.
Abuddin
Nata (1997) menegaskan bahwa Al-Quran secara eksplisit menggunakan nasihat sebagai
salah satu cara untuk menyampaikan suatu ajaran. Al-Quran berbicara tentang
penasihat, yang dinasihati, objek nasihat, situasi nasihat, dan latar belakang
nasihat. Karenanya sebagai suatu metode pengajaran, nasihat dapat diakui
kebenarannya untuk diterapkan sebagai upaya mencapai suatu tujuan.
Abuddin Nata juga mengatakan,
bahwa nasihat ini cocok untuk anak usia remaja, karena dengan kalimat-kalimat
yang baik, dapat menentukan hati untuk mengarahkannya kepada ide yang
dikehendaki. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa metode nasihat itu sasarannya
adalah untuk menimbulkan kesadaran pada orang yang dinasihati agar mau insaf
melaksanakan ajaran yang digariskan atau
diperintahkan kepadanya
3. Metode Targhib dan Tarhib
Targhib ialah janji terhadap
kesenangan, kenikmatan akhirat yang disertai dengan bujukan. Tarhib ialah
ancaman karena dosa yang dilakukan. Targhib dan Tarhib bertujuan agar orang
mematuhi aturan Allah, akan tetapi keduanya memiliki titik tekan yang berbeda.
Targhib agar melakukan kebaikan yang diperintahkan oleh Allah, sedangkan tarhib
agar menjauhi perbuatan jelek yang dilarang oleh Allah swt.
Metode ini didasarkan atas fitrah
manusia, yaitu sifat keinginan kepada kesenangan, keselamatan, dan tidak
menginginkan kesedihan dan kesengsaraan. Dalam hal ini dapat dilihat dari QS.
Luqman ayat 16, yaitu ketika Luqman memberikan pengajaran kepada anaknya
"Hai anakku,
Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (QS. Luqman: 16)
Dari ayat
diatas anak dilatih untuk melakukan yang terbaik, agar mereka sadar
bahwa semua yang dilakukan sekecil apapun baik atau buruk, pasti akan dibalas
oleh Allah. Anak dilatih untuk tidak melanggar peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku lebih-lebih syari’at yang ditetapkan oleh Tuhan Allah.
4. Metode Keteladanan
Dalam penanaman nilai-nilai ajaran Islam kepada anak, keteladanan yang
diberikan orang tua merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karena
pendidikan dengan keteladanan bukan hanya memberikan pemahaman secara verbal,
bagaimana konsep tentang akhlak baik dan buruk, tetapi memberikan contoh secara
langsung kepada mereka. Didalam QS. Luqman ayat 18-19 Allah berfirman:
18.dan janganlah kamu memalingkan mukamu
dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
19. dan sederhanalah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai.
Dari dua ayat diatas
menerangkan untuk memiliki akhlak yang baik dan menjadi teladan bagi orang
lain, dengan tidak sombong dan congkak.
5. Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang
agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan ini berintikan
pengalaman, karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan, dan inti
kebiasaan ini adalah pengulangan.
Rasulullah saw mengajarkan agar para
orang tua “pendidik” mengajarkan shalat kepada anak-anak dalam usia tujuh
tahun, “suruhlah anak-anak kalian melaksanakan shalat dalam usia tujuh
tahun, dan pukulah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh
tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR. Abu Dawud). Membiasakan
anak-anak dalam melaksanakan terlebih dilakukan secara berjamaah itu penting,
karena dengan kebiasaan ini akan membangun karakter yang melekat dalam diri
mereka. Sebagaimana firman Allah dalam surat Lukman: 17:
“Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah)”. (QS. Luqman: 17)
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Ada lima hal penting yang
disampaikan luqman kepada anaknya, yaitu:
1.
Larangan mempersekutukan Allah SWT.
2.
Perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua.
3.
Menanamkan cinta akan amal sholih.
4.
Mengenalkan pada anak untuk menjalankan kewajiban kepada Allah
SWT.
5.
Perintah untuk bersikap tawadlu’ dan larangan untuk
menyombongkan diri.
Terdapat
beberapa metode yang dapat diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anaknya,
diantaranya metode kisah, nasihat, targhib dan tarhib, keteladanan dan
pembiasaan. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kisah luqman tersebut,
terutama soal keteladanan bapak dalam mendidik anak. Luqman menanamkan tauhid
dan keimanan kepada Allah SWT. Luqman mengajarkan bagaimana cara berhubungan
yang baik kepada keluarga dan masyarakat, yang di sini luqman langsung
memberikan keteladanan terhadap anaknya.
3.2. Saran
Hendaknya kita ketahui
bahwasanya anak-anak meniru apa yang kita lakukan, maka seyogyanya kita
menjauhi kesalahan-kesalahan karena takut kepada Allah SWT yang akan
mengadzab kita atas dosa-dosa kita dengan adanya anak-anak yang durhaka. Maka
benarlah yang telah
mengatakan:
Suatu hari,seekor merak berjalan dengan angkuh,lalu
anak-anaknya menirunya, Dia bertanya mengapa kalian melakukan hal ini? Mereka
menjawab kamu telah memulai dan kami hanya menirumu. Maka seorang anak
akan tumbuh dengan apa yang telah dibiasakan ayahnya.
Urgensi keteladanan
disebutkan dalam hadits nabi.” Barang siapa yang memeberikan contoh
baik, maka baginya pahala atas perbuatan baiknya dan pahala orang yang
mengikuti hingga hari kiamat, yang demikian itu tidak menghalangi pahala
orang-orang yang mengikutinya sedikitpun. Dan barang siapa yang memberi contoh
buruk, maka baginya dosa atas perbutan nya dan orang yang mengikutinya hingga
hari kiamat. Yang demikian itu tanpa di kurangi sedikit pun dosa irang-orang
yang nmengikutinya .(HR.Muslim)
Dalam waktu sekarang ini,
metode Luqman Al- hakim dalam mendidik anaknya perlu disosialisasikan dalam
masyarakat, khususnya bagi orang tua. ditengah permunculannya kasus anak-anak
yang tidak dapat mendapat hak sewajarnya dalam keluarga , banyak anak hidup di
bawah ancaman dan kekerasan , karena orang tua lari dari tanggung jawab. Disisi
lain banyak perilaku negatif di masyarakat yang bisa mendorong anak-anak
menjadi jauh dari aqidah dan akhlak islam. Sebagai contoh,Tayangan televisi
yang kurang bermutu, yang cenderung banyak mempertontonkan aurat serta
maraknya aksi pornografi dan porno aksi , merupakan bagian dari penyebabnya,
Yang mengakibatkan anak-anak mengalami krisis keteladanan.
Untuk itu
peran keluarga amat sangat penting dalam mengawal pendidikan anak-anak. Dari
pendidikan keluarga lah anak menemukan tata nilai norma dan agama yang
berhubungan dengan masyarakat atau pun yang berhubungan dengan Allah SWT,
sebagai mana yang di ajarkan Rasulullah SAW. Sehingga dengan demikian ,
terbentuk anak yang shalih dan shalihah yang menjadikan keluarga
sakinah mawaddah warahmah yang senantiasa mendapatkan ridha dari Allah SWT.
Insya Allah
Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syarof an Nawawie, “Riyadlus Sholihin”
min kalami Sayyidil Mursalin, Salim Nabhan wa aulaadih, Surabaya
Rahmanblogspot.com
Yunahar ilyas, 2009. “kuliah akhlaq”, Yogyakarta:
LPPI UMY
Yunahar ilyas, “kuliah akhlaq”, (Yogyakarta,LPPI
UMY,2009) hlm 148