Jumat, 04 Maret 2016

Ayat Al-Quran tentang metode pendidikan



A.   PENDAHULUAN
Al Qur’an Al Karim merupakan kitab suci paling fenomenal sepanjang sejarah peradaban manusia. Kitab ini mengajarkan kepada umat manusia tentang berbagai macam ilmu. Al Qur’an juga merupakan sumber ajaran yang akan mengantarkan manusia menuju kebahagiaan, baik ketika manusia itu sedang menjalani kehidupan di dunia maupun ketika kelak di akhirat.
Al Qur’an juga mengajarkan tentang bagaimana seharusnya konsep sebuah pendidikan yang harus terlaksana dan membahas tentang bagaimana seharusnya sebuah pelajaran itu disampaikan (metode pendidikan). Metode dalam pengajaran juga termasuk ke dalam kurikulum pendidikan. Dan pendidikan agama Islam, harus mengacu kepada al-Qur’an.
Sebagaimana dalam beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya Q. S. Al Ahzab (33):21, metode memiliki kaitan yang amat luas. Thariqah atau metode yang digunakan tersebut, terkadang di dalam al-Qur’an, dilihat dari segi objeknya, sifatnya, fungsinya, akibatnya dan sebagainya. Hal ini berarti didalam al-Qur’an terdapat perhatian yang luar biasa tinggi. Dan dengan demikian al-Qur’an lebih menunjukannya dengan isyarat-isyarat yang memungkinkan dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut. Akan tetapi, dalam hal ini al-Qur’an tidak menunjukan arti dari metode pendidikan secara tersurat, akan tetapi tersirat, hal ini karena memang al-Qur’an bukan ilmu pengetahuan tentang metode. Dan pemahaman sangat dituntut dalam menemukan pengertian yang macam-macam.
Dalam Bahasa Arab, kata metode diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata (الطريقة), (منهج), dan (الوصيلة). (الطريقة) berarti jalan, (المنهج) berarti system dan (الوصيلة) berarti mediator. Dengan demikian ata arab yang dekat dengan arti metode adalah (الطريقة). Kata serupa dengan kata (الطريقة) ini banyak dijumpai dalam al-Qur’an. kata (طريقة) diulang sebanyak 11 kali.



B.     DESKRIPSI SURAT
Al- Ahzab ini artinya golongan yang bersekutu, ia termasuk kedalam kelompok surat Madaniyyah yang berjumlah 73 ayat. Dalam urutan tartib nuzuli, surat ini turun setelah Q.S.Ali Imran dan sebelum Q.S. al-Mumtahanah. Dalam tartib mushafi ia berada pada urutan ke-33 setelah Q.S. al-Sajdah dan sebelum Q.S. Saba. Secara umum kandungannya berkaitan dengan keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan sebagainya.

C.    AYAT DAN TERJEMAH



Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

D.    HUKUM TAJWID
No
Lafadz
Hukum
Alasan
Keterangan
1
s)©9
Qalqalah kubra
Ada salah satu huruf qalqalah kubra, yaitu Dal (د) bersukun diakhir kata
Ditekan hingga lafadnya memantul dengan lebih berkuandang dan lebih jelas
2
tb%x.
Mad thabi’i/asli
Ada alif mati, sebelumnya ada huruf yang berharokat fathah
Dibaca panjang dua  harokat
3
Îû öNä3s9
Izh-har syafawi
Ada mim mati مْ) ) mengadapi huruf ف  (fa)
Tidak ditahan
4
É«!$ لِ
Tarqiq
Ada huruf yang berharkat kasroh sebelum lafadz jalalah
Dibaca tipis
5
îpuZ|¡ym ×ouqóé&
Izh-har halqi
Ada tanwin menghadapi salah satu huruf halaq, yaitu ha (ح
Dibaca jelas
6
حَسَنَةٌ لِّمَنْ
Idhgom bilagunnah
Ada tanwin menghadap huruf lam (ل )
Tidak dibaca dengung ke hidung
7
    tb%x. `yJÏj9
Ikhfa
Ada nun mati menghadapi salah satu huruf ikhfa, yaitu (ك )
Dibaca “NG” (dengung) dan ditahan 2 harokat
8
©!$#  (#qã_ötƒ#
Tafhim
Ada huruf yang berharkat dhommah sebelum lafadz jalalah
Dibaca tebal
9
Pöquø9$#ur
Lam al-qomariah
ال bertemu dengan salah satu huruf qomariah
Dibaca jelas
10
Pöquø9$#ur
Mad layyin
Ada huruf wau  mati (وْ) sesudah huruf yang berharokat fathah
Panjang dibaca dua harokat
11
مَ الَاْءَخِرَ
Lam al-qomariah
ال bertemu dengan salah satu huruf qomariah
Dibaca jelas
12
وَذَكَرَاللهَ
Tafhim
Ada huruf yang berharkat fathah sebelum lafadz jalalah
Dibaca tebal
13
ÇËÊÈ#ZŽÏVx.
Mad aridh lissukun
Ada mad thobi’i menghadap huruf hijaiyah dan posisinya diwaqofkan
Dibaca panjang 2, 4, dan 6 harokat

E.     ASBABUN NUZUL
(Tidak ada asbabun nuzulnya)

F.     PENAFSIRAN PARA MUFASIR
1.      Tafsir Ibnu Katsir


 Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah
Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang mencontoh Rasulullah saw, dalam berbagai perkataan, perbuatan dan perilakunya. Oleh karna itu Allah swt memerintahkan manusia untuk mensuritauladani Nabi saw, pada hari ahzab dalam kesabaran, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan, dan kesabarannya dalam menanti pertolongan dari Rabb-nya.
Untuk itu Allah swt berfirman kepada orang-orang yang tergoncang jiwanya, gelisah, gusar, dan bimbang dalam perkara mereka pada hari ahzab,
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym(
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu “, yaitu mengapa kalian tidak mencontoh dan mensuritauladani sifat-sifatnya, untuk itu Allah swt berfirman
`yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx.  
“(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”
2.      Tafsir Al-Misbah
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”
Ayat diatas mengarah pada orang yang beriman, memuji sikap mereka yang meneladani Nabi saw, ayat diatas menyatakan Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah, yakni Nabi Muhammad saw itu suri teladan yang baik bagimu, yakni bagi orang-orang yang senantiasa mengharap rahmat kasih sayang  Allah dan kebahagiaan  hari kiamat  serta teladan bagi mereka yang berzikir mengingat kepada Allah menyebut-nyebut nama-Nya dengan banyak, baik dalam suasana susah ataupun senang.
Bisa juga ayat ini masih merupakan kecaman kepada orang-orang munafik yang mengaku memeluk Islam, tetapi tidak mencerminkan ajaran Islam, kecaman itu dikesankan oleh kata ((لفد laqad. Seakan-akan ayat itu menyatakan. “kamu telah melakukan aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya ditengah kamu semua ada Nabi Muhammad saw yang mestinya kamu teladani.
Kalimat (لمن كان يرجوالله واليوم الأخر)  bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat berfungsi menjelaskan sifat-sifat orang yang mestinya meneladani Rasulullah saw. Memang untuk meneladani Rasulullah saw secara sempurna diperlukan kedua hal yang disebut ayat diatas. Demikian juga dengan dzikir kepada Allah dan selalu mengingat-Nya.
Kata (أسوة) uswah atau iswah berarti teladan. Pakar tafsir az-Zamakhsyari, ketika menafsirkan ayat diatas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud keteladanan yang terdapat pada diri Rasul itu. Pertama dalam arti kepribadian beliau secara totalitasnya adalah teladan, kedua dalam arti terdapat dalam kepribadian beliau hal-hal yang patut diteladani.pendapat pertama lebih kuat dan merupakan pilihan banyak ulama. Kata (في) fii dalam firman-Nya: (في رسول الله) fii Rasulillah berfungsi “mengangkat” dari diri Rasul satu sifat yang hendaknya diteladani, tetapi yang diangkatnya adalah Rasul saw, sendiri dengan seluruh totalitas beliau. Demikian banyak ulama.
Dalam konteks perang Khandaq ini, banyak sekali sikaf dan perbuatan beliau yang perlu diteladani. Antara lain keterlibatan beliau secara langsung dalam kegiatan perang, bahkan meggali parit, juga dalam membakar semangat dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan pujian kepada Allah, juga dalam suka dan duga, haus dan dahaga yang dialami oleh seluruh pasukan kaum muslimin.
Ayat ini walau berbicara dalam konteks perang Khandaq, ia mencakup kewajiban atau anjuran meneladani beliau walau diluar konteks tersebut. Ini karena Allah swt telah mempersiapkan tokoh agung ini untuk menjadi teladan bagi semua manusia. Yang Mahakuasa itu sendiri yang mendidik beliau “Addabani Rabbi, fa ahsana ta’dibi” (Tuhanku mendidikku, maka sungguh baik hasil pendidikanku). Demikian sabda Rasul saw.
Pakar tafsir dan hukum al-Qurthubi, mengemukakan dalam soal-soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, tetapi dalam soal-soal keduniaan maka ia merupakan anjuran. Dalam soal keagamaan beliau wajib diteladani selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah anjuran. Sementara ulama berpendapat bahwa dalam persoalan-persoalan keduniaan , Rasul saw, telah menyerahkan sepenuhnya kepada para pakar dibidang masing-masing dengan keteladanan terhadap beliau. Yang dibicarakan dalam ayat ini bukanlah dalam hal-hal yang berkaitan dengan soal-soal keduniaan. Ketika beliau menyampaikan bahwa pohon kurma tidak perlu “dikawinkan” untuk membuahkannya, dan ternyata informasi beliau tidak terbukti dikalangan sekian banyak sahabat, Nabi menyampaikan bahwa “apa yang kusampaikan menyangkut ajaran agama, maka terimalah, sedang kamu lebih tahu persoalan keduniaan kamu”
Sementara pakar agama yang lain menolak pendapat diatas. Al-Biqi’i misalnya, ketika menafsirkan QS al-Anfal: 24-25, mengutip pendapat al-Harrlli yang berbicara tentang hadits diatas bahwa pernyataan Rasul saw itu ditujukan kepada mereka yang tidak bersabar, tetapi yang bersabar mengikuti petunjuk itu membuktikan setelah berlalu tiga tahun bahwa pohon kurma mereka (yang tidak dikawinkan sebagai mana petunjuk Nabi itu) justru menghasilkan buah yang lebih baik dibanding dengan buah pohon kurma yang dikawinkan.
Terlepas benar atau tidaknya yang dikutip oleh al-Baqi’i ini, namun pada hakikatnya terdapat hadits-hadits yang lain yang menunjukkan bahwa para sahabat sendiri telah memilih-milih ucapan dan perbuatan Nabi saw, ada yang mereka rasakan wajib diikuti dan adapula yang tidak, ada yang mereka anggap sesuai dan adapula yang mereka usulkan untuk beliau tinjau.

3.      Tafsir Al-Maraghi



“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”
Sesungguhnya norma-norma yang tinggi dan teladan yang baik itu telah dihadapan kalian, seandainya kalian menghendakinya kalian mencontoh Rasulullah saw. Di dalam amal perbuatannya, dan hendaknya kalian berjalan sesuai dengan petunjuknya, seandainya kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan azab-Nya dihari seseorang memikirkan dirinya sendiri dan pelindung serta penolong ditiadakan, kecuali hanya amal shaleh yang telah dilakukan seseorang (pada kiamat). Dan adalah kalian orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dengan ingatan yang banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah itu seharusnya membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh perbuatan Rasul-Nya.
4.      Tafsir Jalalain



(Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan bagi kalian) dapat dibaca iswatun dan uswatun (yang baik) untuk diikuti dalam hal berperang dan keteguhan serta kesabarannya, yang masing-masing diterapkan pada tempat-tempatnya (bagi orang) lafal ayat ini berkedudukan menjadi badal dari lafal lakum (yang mengharap rahmat Allah) yakni takut kepada-Nya (dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya dengan orang-orang yang selain mereka.
Pada ayat ini Allah SWT memperingatkan orang-orang munafik. bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi saw. Rasulullah saw adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada segala ketentuan-ketentuan Allah dan beliaupun mempunyai akhlak yang mulia. Jika mereka bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikuti Nabi. Tetapi perbuatan dan tingkah laku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridaan Allah dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu. 

G.    ANALISIS ISI KANDUNGAN AYAT
Di dalam buku Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan karya Drs. H. Undang Burhanudin M.Ag dan Cecep Anwar M.Ag , bahwa petunjuk dari QS al-Ahzab (33) :21, berkaitan dengan metode pendidikan dan pengajaran yaitu uswah hasanah (keteladanan/suri teladan yang baik). Dengan kata lain mendidik dengan keteladanan. Pendidikan harus memiliki uswah hasanah, yang akan dijadikan identifikasi perilaku oleh anak didiknya. Apabila pendidik tidak memiliki uswah hasanah, maka pendidikan yang diberikannya tidak akan berhasil dengan baik.
Personifikasi uswah hasanah dalam sejarah telah dilakukan oleh para Nabi, termasuk Rasulullah saw. Rasulullah adalah teladan baik bagi umatnya. Dia adalah orang yang pertama kali mengamalkan ajaran agama yang ia perintahkan, dan yang pertama meninggalkan terhadap apa yang ia larang. Seorang pendidik merupakan orang yang melanjutkan penyampaian misi risalah Rasulullah saw, apalagi mereka yang mendapat sebutan ulama yang berdasarkan hadits disebut pewaris para Nabi (waratsat al-anbiya). Pada dasarnya setiap orang yang berilmu adalah ulama, manakala ilmunya menjadikan dia semakin takut kepada Allah swt. Guru adalah ulama karena ia orang yang berilmu. Sebagai ulama sudah seharusnya ia mengikuti teladan Rasul dan menjadi pula teladan bagi anak didiknya. Begitupun pendidikan yang dilakukan oleh orang tua di rumah. Orang tua harus menjadi teladan kepada anak-anaknya sebagai cara mendidik mereka. Mendidik dengan perbuatan (teladan) jauh lebih baik dari sebatas banyak berkata-kata tanpa praktek “lisan al-Hal afshahu min Lisan al-Maqal”
Kesadaran dan kemampuan menjadi uswah hasanah akan menjadikan proses pendidikan penuh dengan nilai nilai edukatif dalam arti yang sebenarnya. Pendidikan akan jauh dari bermakna manakala pendidikan hanya mampu memerintah tanpa mampu mencontohkannya dalam perilaku sehari-hari. Karena pendidik merupaka uswah hasanah, maka kehati-hatian dalam bersikap, bertutur kata dan bertindak merupakan suatu keniscayaan (condition sine qua non) agar anak didik merasa yakin dan benar dalam mengikutinya, kekeliruan dalam member contoh hanya akan menjadikannya bukan sebagai uswah hasanah, tapi uswah sayyiah (suri tauladan yang buruk) yang harus dijauhi anak didik.
Tugas seorang guru pada hakikatnya bukan sekedar transfer of knowladge (mentransfer ilmu) bagi para siswanya. Melainkan juga harus mampu merubah kepribadiannya. Karena tugas seorang guru bukan hanya mengajar tapi juga mendidik.
Metodologi pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dilakukan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir, dan sebagainya. Banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode pendidikan yang paling berhasil. Hal itu karena dalam belajar, orang pada umumnya, lebih mudah menangkap yang kongkrit ketimbang yang abstrak.


H.    SIMPULAN
Qur’an Surat al-Ahzab ayat 21 diatas menerangkan tentang meneladani akhlak dan ajaran Rasulullah SAW yang termasuk tata cara beliau dalam mendidik didri sendiri, keluarga, lembaga, dan masyarakat merupakan kewajiban semua umat islam.
Dari penjelasan diatas jika dihubungkan dengan metode pendidikan yang pada dasarnya pendidikan Islam, tentunya tidak akan terlepas dari “Panduan” ajaran Islam itu sendiri yakni al-Qur’an. Dalam konsep pendidikan Islam, maka harus melihat segala sesuatunya dari sudut al-Qur’an dan as-Sunnah. Karna guru merupakan seorang pendidik yang harus memiliki kemampuan untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode yang tepat, yang memberi kemudahan bagi siswa untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.
Dalam suatu pembelajaran banyak macam-macam metode yang digunakan yang mana setiap jenis metode mengajar mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, metode-metode itu diantaranya seperti yang tercantum dalam QS. Al-Ahzab: 21, yaitu metode pemberian contoh dan teladan. Metode ini merupakan  Metode yang cukup besar pengaruhnya dalam mendidik anak. Allah telah menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW. Mengandung nilai pedagogis bagi manusia (Para pengikutnya). Dan metode ini juga sangat tepat untuk digunakan, karna peserta didik akan lebih mudah mengerti, faham, dan juga yakin atas apa yang telah dicontohkan oleh pendidiknya, karna mereka dapat melihat langsung hal yang disampaikan oleh pendidiknya (guru).




DAFTAR PUSTAKA
Abdullah .2008.”Tafsir Ibnu Katsiir”. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i
Al-Maragi Ahmad Mustafa. 1992. “Tafsir Al-Maraghi”. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang
Burhanudin Undang, Cecep Anwar. 2014. “Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan”. Bandung
Jalaludin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Sayuti. 2008. “Tafsir Jalalain”
Shihab Quraisy, 2002, “Tafsir Al-Misbah”. Jakarta: Lentera Hati.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar