A. PENDAHULUAN
Al Qur’an Al Karim merupakan kitab suci
paling fenomenal sepanjang sejarah peradaban manusia. Kitab ini mengajarkan
kepada umat manusia tentang berbagai macam ilmu. Al Qur’an juga merupakan
sumber ajaran yang akan mengantarkan manusia menuju kebahagiaan, baik ketika
manusia itu sedang menjalani kehidupan di dunia maupun ketika kelak di akhirat.
Al Qur’an juga mengajarkan tentang
bagaimana seharusnya konsep sebuah pendidikan yang harus terlaksana dan membahas
tentang bagaimana seharusnya sebuah pelajaran itu disampaikan (metode
pendidikan). Metode dalam pengajaran juga termasuk ke dalam kurikulum
pendidikan. Dan pendidikan agama Islam, harus mengacu kepada al-Qur’an.
Sebagaimana dalam beberapa ayat
al-Qur’an, diantaranya Q. S. Al Ahzab (33):21, metode memiliki kaitan yang amat
luas. Thariqah atau metode yang digunakan tersebut, terkadang di dalam
al-Qur’an, dilihat dari segi objeknya, sifatnya, fungsinya, akibatnya dan
sebagainya. Hal ini berarti didalam al-Qur’an terdapat perhatian yang luar
biasa tinggi. Dan dengan demikian al-Qur’an lebih menunjukannya dengan
isyarat-isyarat yang memungkinkan dilakukan dan dikembangkan lebih lanjut. Akan
tetapi, dalam hal ini al-Qur’an tidak menunjukan arti dari metode pendidikan
secara tersurat, akan tetapi tersirat, hal ini karena memang al-Qur’an bukan
ilmu pengetahuan tentang metode. Dan pemahaman sangat dituntut dalam menemukan
pengertian yang macam-macam.
Dalam Bahasa Arab, kata metode
diungkapkan dalam berbagai kata. Terkadang digunakan kata (الطريقة), (منهج), dan
(الوصيلة).
(الطريقة)
berarti jalan, (المنهج) berarti system dan (الوصيلة) berarti mediator. Dengan demikian ata
arab yang dekat dengan arti metode adalah (الطريقة). Kata serupa dengan kata (الطريقة)
ini banyak dijumpai dalam al-Qur’an. kata (طريقة) diulang sebanyak 11 kali.
B. DESKRIPSI
SURAT
Al- Ahzab ini artinya golongan yang
bersekutu, ia termasuk kedalam kelompok surat Madaniyyah yang berjumlah 73
ayat. Dalam urutan tartib nuzuli, surat ini turun setelah Q.S.Ali Imran dan
sebelum Q.S. al-Mumtahanah. Dalam tartib mushafi ia berada pada urutan ke-33
setelah Q.S. al-Sajdah dan sebelum Q.S. Saba. Secara umum kandungannya
berkaitan dengan keimanan, hukum-hukum, kisah-kisah dan sebagainya.
C. AYAT
DAN TERJEMAH
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”.
D. HUKUM
TAJWID
No
|
Lafadz
|
Hukum
|
Alasan
|
Keterangan
|
1
|
s)©9
|
Qalqalah
kubra
|
Ada salah satu
huruf qalqalah kubra, yaitu Dal (د)
bersukun diakhir kata
|
Ditekan
hingga lafadnya memantul dengan lebih berkuandang dan lebih jelas
|
2
|
tb%x.
|
Mad thabi’i/asli
|
Ada alif mati, sebelumnya ada huruf
yang berharokat fathah
|
Dibaca panjang dua harokat
|
3
|
Îû öNä3s9
|
Izh-har syafawi
|
Ada
mim mati
مْ) ) mengadapi huruf ف (fa)
|
Tidak
ditahan
|
4
|
É«!$ لِ
|
Tarqiq
|
Ada
huruf yang berharkat kasroh sebelum lafadz jalalah
|
Dibaca tipis
|
5
|
îpuZ|¡ym ×ouqóé&
|
Izh-har
halqi
|
Ada tanwin menghadapi salah
satu huruf halaq, yaitu ha (ح )
|
Dibaca jelas
|
6
|
حَسَنَةٌ لِّمَنْ
|
Idhgom
bilagunnah
|
Ada tanwin menghadap huruf
lam (ل
)
|
Tidak dibaca
dengung ke hidung
|
7
|
tb%x. `yJÏj9
|
Ikhfa
|
Ada nun mati menghadapi salah
satu huruf ikhfa, yaitu (ك )
|
Dibaca “NG”
(dengung) dan ditahan 2 harokat
|
8
|
©!$# (#qã_öt#
|
Tafhim
|
Ada
huruf yang berharkat dhommah
sebelum lafadz jalalah
|
Dibaca tebal
|
9
|
Pöquø9$#ur
|
Lam
al-qomariah
|
ال bertemu dengan salah satu huruf qomariah
|
Dibaca jelas
|
10
|
Pöquø9$#ur
|
Mad layyin
|
Ada huruf wau mati (وْ) sesudah huruf yang berharokat
fathah
|
Panjang
dibaca dua harokat
|
11
|
مَ الَاْءَخِرَ
|
Lam
al-qomariah
|
ال bertemu dengan salah satu huruf qomariah
|
Dibaca jelas
|
12
|
وَذَكَرَاللهَ
|
Tafhim
|
Ada
huruf yang berharkat fathah
sebelum lafadz jalalah
|
Dibaca tebal
|
13
|
ÇËÊÈ#ZÏVx.
|
Mad aridh
lissukun
|
Ada mad thobi’i menghadap
huruf hijaiyah dan posisinya diwaqofkan
|
Dibaca
panjang 2, 4, dan 6 harokat
|
E.
ASBABUN
NUZUL
(Tidak ada asbabun
nuzulnya)
F.
PENAFSIRAN
PARA MUFASIR
1.
Tafsir
Ibnu Katsir
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”
Ayat yang mulia ini adalah pokok yang agung tentang
mencontoh Rasulullah saw, dalam berbagai perkataan, perbuatan dan perilakunya.
Oleh karna itu Allah swt memerintahkan manusia untuk mensuritauladani Nabi saw,
pada hari ahzab dalam kesabaran, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan, dan
kesabarannya dalam menanti pertolongan dari Rabb-nya.
Untuk itu Allah swt berfirman kepada orang-orang yang
tergoncang jiwanya, gelisah, gusar, dan bimbang dalam perkara mereka pada hari
ahzab,
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym(
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu “, yaitu mengapa kalian tidak
mencontoh dan mensuritauladani sifat-sifatnya, untuk itu Allah swt berfirman
`yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx.
“(yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia
banyak menyebut Allah”
2.
Tafsir
Al-Misbah
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”
Ayat diatas mengarah pada orang yang beriman, memuji
sikap mereka yang meneladani Nabi saw, ayat diatas menyatakan Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah, yakni Nabi Muhammad saw itu suri
teladan yang baik bagimu, yakni bagi orang-orang yang senantiasa mengharap
rahmat kasih sayang Allah dan
kebahagiaan hari kiamat serta teladan bagi mereka yang berzikir
mengingat kepada Allah menyebut-nyebut nama-Nya dengan banyak, baik
dalam suasana susah ataupun senang.
Bisa juga ayat ini masih merupakan kecaman kepada
orang-orang munafik yang mengaku memeluk Islam, tetapi tidak mencerminkan
ajaran Islam, kecaman itu dikesankan oleh kata ((لفد
laqad. Seakan-akan ayat itu menyatakan. “kamu telah melakukan
aneka kedurhakaan, padahal sesungguhnya ditengah kamu semua ada Nabi Muhammad
saw yang mestinya kamu teladani.
Kalimat (لمن كان يرجوالله واليوم الأخر) bagi orang yang mengharap Allah dan hari
kiamat berfungsi menjelaskan sifat-sifat orang yang mestinya meneladani
Rasulullah saw. Memang untuk meneladani Rasulullah saw secara sempurna
diperlukan kedua hal yang disebut ayat diatas. Demikian juga dengan dzikir
kepada Allah dan selalu mengingat-Nya.
Kata
(أسوة) uswah atau iswah berarti teladan. Pakar tafsir
az-Zamakhsyari, ketika menafsirkan ayat diatas, mengemukakan dua kemungkinan tentang
maksud keteladanan yang terdapat pada diri Rasul itu. Pertama dalam arti
kepribadian beliau secara totalitasnya adalah teladan, kedua dalam arti
terdapat dalam kepribadian beliau hal-hal yang patut diteladani.pendapat
pertama lebih kuat dan merupakan pilihan banyak ulama. Kata (في) fii dalam firman-Nya: (في رسول الله) fii Rasulillah berfungsi
“mengangkat” dari diri Rasul satu sifat yang hendaknya diteladani, tetapi yang
diangkatnya adalah Rasul saw, sendiri dengan seluruh totalitas beliau. Demikian
banyak ulama.
Dalam konteks perang Khandaq ini, banyak sekali sikaf dan
perbuatan beliau yang perlu diteladani. Antara lain keterlibatan beliau secara
langsung dalam kegiatan perang, bahkan meggali parit, juga dalam membakar
semangat dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan pujian kepada Allah, juga
dalam suka dan duga, haus dan dahaga yang dialami oleh seluruh pasukan kaum
muslimin.
Ayat ini walau berbicara dalam konteks perang Khandaq, ia
mencakup kewajiban atau anjuran meneladani beliau walau diluar konteks
tersebut. Ini karena Allah swt telah mempersiapkan tokoh agung ini untuk
menjadi teladan bagi semua manusia. Yang Mahakuasa itu sendiri yang mendidik
beliau “Addabani Rabbi, fa ahsana ta’dibi” (Tuhanku mendidikku, maka
sungguh baik hasil pendidikanku). Demikian sabda Rasul saw.
Pakar tafsir dan hukum al-Qurthubi, mengemukakan dalam
soal-soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, tetapi dalam soal-soal
keduniaan maka ia merupakan anjuran. Dalam soal keagamaan beliau wajib
diteladani selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah anjuran.
Sementara ulama berpendapat bahwa dalam persoalan-persoalan keduniaan , Rasul
saw, telah menyerahkan sepenuhnya kepada para pakar dibidang masing-masing
dengan keteladanan terhadap beliau. Yang dibicarakan dalam ayat ini bukanlah
dalam hal-hal yang berkaitan dengan soal-soal keduniaan. Ketika beliau
menyampaikan bahwa pohon kurma tidak perlu “dikawinkan” untuk membuahkannya,
dan ternyata informasi beliau tidak terbukti dikalangan sekian banyak sahabat,
Nabi menyampaikan bahwa “apa yang kusampaikan menyangkut ajaran agama, maka
terimalah, sedang kamu lebih tahu persoalan keduniaan kamu”
Sementara pakar agama yang lain menolak pendapat diatas.
Al-Biqi’i misalnya, ketika menafsirkan QS al-Anfal: 24-25, mengutip pendapat
al-Harrlli yang berbicara tentang hadits diatas bahwa pernyataan Rasul saw itu
ditujukan kepada mereka yang tidak bersabar, tetapi yang bersabar mengikuti
petunjuk itu membuktikan setelah berlalu tiga tahun bahwa pohon kurma mereka
(yang tidak dikawinkan sebagai mana petunjuk Nabi itu) justru menghasilkan buah
yang lebih baik dibanding dengan buah pohon kurma yang dikawinkan.
Terlepas benar atau tidaknya yang dikutip oleh al-Baqi’i
ini, namun pada hakikatnya terdapat hadits-hadits yang lain yang menunjukkan
bahwa para sahabat sendiri telah memilih-milih ucapan dan perbuatan Nabi saw,
ada yang mereka rasakan wajib diikuti dan adapula yang tidak, ada yang mereka
anggap sesuai dan adapula yang mereka usulkan untuk beliau tinjau.
3.
Tafsir Al-Maraghi
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”
Sesungguhnya
norma-norma yang tinggi dan teladan yang baik itu telah dihadapan kalian,
seandainya kalian menghendakinya kalian mencontoh Rasulullah saw. Di dalam amal
perbuatannya, dan hendaknya kalian berjalan sesuai dengan petunjuknya,
seandainya kalian benar-benar menghendaki pahala dari Allah serta takut akan
azab-Nya dihari seseorang memikirkan dirinya sendiri dan pelindung serta
penolong ditiadakan, kecuali hanya amal shaleh yang telah dilakukan seseorang
(pada kiamat). Dan adalah kalian orang-orang yang selalu ingat kepada Allah
dengan ingatan yang banyak, maka sesungguhnya ingat kepada Allah itu seharusnya
membimbing kamu untuk taat kepadanya dan mencontoh perbuatan Rasul-Nya.
4.
Tafsir Jalalain
(Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah itu suri teladan bagi kalian) dapat dibaca iswatun dan uswatun (yang
baik) untuk diikuti dalam hal berperang dan keteguhan serta kesabarannya, yang
masing-masing diterapkan pada tempat-tempatnya (bagi orang) lafal ayat ini
berkedudukan menjadi badal dari lafal lakum (yang mengharap rahmat Allah) yakni
takut kepada-Nya (dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah) berbeda halnya
dengan orang-orang yang selain mereka.
Pada ayat ini Allah SWT memperingatkan
orang-orang munafik. bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik
dari Nabi saw. Rasulullah saw adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar,
tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya dengan sepenuhnya kepada segala
ketentuan-ketentuan Allah dan beliaupun mempunyai akhlak yang mulia. Jika
mereka bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia
dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikuti Nabi. Tetapi
perbuatan dan tingkah laku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan
keridaan Allah dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.
G. ANALISIS
ISI KANDUNGAN AYAT
Di
dalam buku Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan karya Drs. H. Undang Burhanudin M.Ag dan
Cecep Anwar M.Ag , bahwa petunjuk dari QS al-Ahzab (33) :21, berkaitan dengan
metode pendidikan dan pengajaran yaitu uswah hasanah (keteladanan/suri
teladan yang baik). Dengan kata lain mendidik dengan keteladanan. Pendidikan
harus memiliki uswah hasanah, yang akan dijadikan identifikasi perilaku
oleh anak didiknya. Apabila pendidik tidak memiliki uswah hasanah, maka
pendidikan yang diberikannya tidak akan berhasil dengan baik.
Personifikasi
uswah hasanah dalam sejarah telah dilakukan oleh para Nabi, termasuk Rasulullah
saw. Rasulullah adalah teladan baik bagi umatnya. Dia adalah orang yang pertama
kali mengamalkan ajaran agama yang ia perintahkan, dan yang pertama
meninggalkan terhadap apa yang ia larang. Seorang pendidik merupakan orang yang
melanjutkan penyampaian misi risalah Rasulullah saw, apalagi mereka yang
mendapat sebutan ulama yang berdasarkan hadits disebut pewaris para Nabi
(waratsat al-anbiya). Pada dasarnya setiap orang yang berilmu adalah ulama,
manakala ilmunya menjadikan dia semakin takut kepada Allah swt. Guru adalah
ulama karena ia orang yang berilmu. Sebagai ulama sudah seharusnya ia mengikuti
teladan Rasul dan menjadi pula teladan bagi anak didiknya. Begitupun pendidikan
yang dilakukan oleh orang tua di rumah. Orang tua harus menjadi teladan kepada
anak-anaknya sebagai cara mendidik mereka. Mendidik dengan perbuatan (teladan)
jauh lebih baik dari sebatas banyak berkata-kata tanpa praktek “lisan al-Hal
afshahu min Lisan al-Maqal”
Kesadaran
dan kemampuan menjadi uswah hasanah akan menjadikan proses pendidikan penuh
dengan nilai nilai edukatif dalam arti yang sebenarnya. Pendidikan akan jauh
dari bermakna manakala pendidikan hanya mampu memerintah tanpa mampu
mencontohkannya dalam perilaku sehari-hari. Karena pendidik merupaka uswah
hasanah, maka kehati-hatian dalam bersikap, bertutur kata dan bertindak
merupakan suatu keniscayaan (condition sine qua non) agar anak didik merasa yakin
dan benar dalam mengikutinya, kekeliruan dalam member contoh hanya akan
menjadikannya bukan sebagai uswah hasanah, tapi uswah sayyiah (suri
tauladan yang buruk) yang harus dijauhi anak didik.
Tugas
seorang guru pada hakikatnya bukan sekedar transfer of knowladge (mentransfer
ilmu) bagi para siswanya. Melainkan juga harus mampu merubah kepribadiannya.
Karena tugas seorang guru bukan hanya mengajar tapi juga mendidik.
Metodologi
pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dilakukan dengan memberi contoh,
baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir, dan sebagainya. Banyak ahli
pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan teladan merupakan metode
pendidikan yang paling berhasil. Hal itu karena dalam belajar, orang pada
umumnya, lebih mudah menangkap yang kongkrit ketimbang yang abstrak.
H. SIMPULAN
Qur’an Surat al-Ahzab ayat 21 diatas
menerangkan tentang meneladani akhlak dan ajaran Rasulullah SAW yang termasuk
tata cara beliau dalam mendidik didri sendiri, keluarga, lembaga, dan
masyarakat merupakan kewajiban semua umat islam.
Dari penjelasan diatas jika dihubungkan
dengan metode pendidikan yang pada dasarnya pendidikan Islam, tentunya tidak
akan terlepas dari “Panduan” ajaran Islam itu sendiri yakni al-Qur’an. Dalam
konsep pendidikan Islam, maka harus melihat segala sesuatunya dari sudut
al-Qur’an dan as-Sunnah. Karna guru merupakan seorang pendidik yang harus
memiliki kemampuan untuk dapat mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya
dari tidak tahu menjadi tahu serta mendewasakan anak didiknya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan metode-metode yang tepat, yang memberi kemudahan
bagi siswa untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga menghasilkan
pembelajaran yang lebih baik.
Dalam suatu pembelajaran banyak
macam-macam metode yang digunakan yang mana setiap jenis metode mengajar
mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, metode-metode itu diantaranya
seperti yang tercantum dalam QS. Al-Ahzab: 21, yaitu metode pemberian contoh
dan teladan. Metode ini merupakan Metode yang cukup besar pengaruhnya
dalam mendidik anak. Allah telah menunjukkan bahwa contoh keteladanan dari
kehidupan Nabi Muhammad SAW. Mengandung nilai pedagogis bagi manusia (Para
pengikutnya). Dan metode ini juga sangat tepat untuk digunakan, karna peserta
didik akan lebih mudah mengerti, faham, dan juga yakin atas apa yang telah
dicontohkan oleh pendidiknya, karna mereka dapat melihat langsung hal yang
disampaikan oleh pendidiknya (guru).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah .2008.”Tafsir Ibnu Katsiir”. Jakarta:
Pustaka Imam Asy-Syafi’i
Al-Maragi Ahmad Mustafa. 1992. “Tafsir
Al-Maraghi”. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang
Burhanudin Undang, Cecep Anwar. 2014. “Tafsir
Ayat-Ayat Pendidikan”. Bandung
Jalaludin
Abdurrahman bin Abu Bakar As-Sayuti. 2008. “Tafsir Jalalain”
Shihab
Quraisy, 2002, “Tafsir Al-Misbah”. Jakarta:
Lentera Hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar