Jumat, 04 Maret 2016

Hadits Kepemimpinan dan Penyogokkan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Masalah suap menyuap di Indonesia bukan lagi merupakan sebuah fenomena, melainkan sudah merupakan fakta yang terkenal di mana-mana. Kini, setelah rezim otoriter Orde Baru tumbang, tampak jelas bahwa praktik suap menyuap selama ini terbukti telah menjadi tradisi dan budaya yang keberadaannya meluas, berurat akar dan menggurita dalam masyarakat serta sistem birokrasi Indonesia, mulai dari pusat hingga lapisan kekuasaan yang paling bawah.
Dalam islam kegiatan suap menyuap dan pejabat yang menerima hadiah tersebut merupakan pelanggaran atau penyelewengan amanah yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Mengingat pentingnya kestabilan sosial, tindakan-tindakan tersebut harus dibrantas sedemikian rupa terlebih lagi apabila mengingat kita sebagai kaum muslimin.
Bukan hanya masalah suap saja yang merajarela di Indonesia, melainkan banyak masalah lain yang diantaranya munculnya pemahaman seputar gender, yang menganggap bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan derajar yang sama, baik itu dalam pendidikan, pekerjaan dan bahkan dalam masalah kepemimpinan. Banyak pemahaman yang menyatakan bahwa wanita juga berhak menjadi pemimpin, baik pemimpin Negara, wilayah, daerah, desa, kementrian maupun dalam perusahaan. Lantas bagaimana Islam memandang pemahaman yang mulai menjamur dikalangan masyarakat tersebut.
Berkenaan dengan itu, makalah yang kami buat ini akan membahas materi tentang suap menyuap, dan bolehkan memilih wanita sebagai pemimpin dalam pandangan Islam.


1.2.        
1.2.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, Adapun masalah-masalah yang ingin di gali dalam pembuatan makalah ini yaitu seperti terangkum dalam pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.      Bagaimana hadits tentang wanita sebagai kepala negara ?
2.      Bagaimana hadits tentang larangan menyogok/menyuap ?
3.      Bagaiaman hadits tentang pejabat yang menerima hadiah ?
4.      Bagaiaman hadits tentang bendahara yang mendapat pahala ?

1.3.       Tujuan Pembahasan
Secara terperinci tujuan dari penelitian dan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui hadits tentang wanita sebagai kepala negara.
2.      Untuk mengetahui hadits tentang larangan menyogok/menyuap.
3.      Untuk mengetahui hadits tentang pejabat yang menerima hadiah.
4.      Untuk mengetahui hadits tentang bendahara yang mendapat pahala.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1.       Wanita sebagai Kepala Negara

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَال لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ أَيَّامَ الْجَمَلِ لَمَّا بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ فَارِسًا مَلَّكُوا ابْنَةَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً
( BUKHARI – 6570 ) Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Al Haitsam telah menceritakan kepada kami 'Auf dari Al Hasan dari Abu Bakrah mengatakan; Dikala berlangsung hari-hari perang jamal, aku telah memperoleh pelajaran dari pesan baginda Nabi, tepatnya ketika beliau Shallallahu'alaihiwasallam tahu kerajaan Persia mengangkat anak perempuan Kisra sebagai raja, beliau langsung bersabda: "Tak akan baik keadaan sebuah kaum yang mengangkat wanita sebagai pemimpin urusan mereka."

1.    Arti Mufradat

Persia
فَارِسًا
Tak kan baik keadaan
لَنْ يُفْلِحَ
Pemimpin mereka
أَمْرَهُمْ
Seorang wanita
امْرَأَةً


1.       
2.    Takhrij Hadits
a.       Jalur Hadits
JALUR SANAD KE - 1

b.      Analisis Rawi
Hadits Imam Bukhari No. 6570
a)      Utsman bin Al Haitsam bin Jahm
·         Nama Lengkap : Utsman bin Al Haitsam bin Jahm
·         Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
·         Kuniyah : Abu 'Amru
·         Negeri semasa hidup : Bashrah
·         Wafat : 220 H
ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar
Tsiqah
Adz Dzahabi
tidak menyebutkannya
Abu Hatim
Shaduuq
Ibnu Hibban
disebutkan dalam atstsiqat
Ad Daruquthni
"shaduq, banyak salahnya"


a)       
b)      Auf bin Abi Jamilah
·         Nama Lengkap : Auf bin Abi Jamilah
·         Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
·         Kuniyah : Abu Sahal
·         Negeri semasa hidup : Bashrah
·         Wafat : 146 H
ULAMA
KOMENTAR
Ahmad bin Hambal
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Abu Hatim
Shaduuq
Muhammad bin Sa'd
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
c)      Al Hasan bin Abi Al Hasan Yasar
·         Nama Lengkap : Al Hasan bin Abi Al Hasan Yasar
·         Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
·         Kuniyah : Abu Sa'id
·         Negeri semasa hidup : Bashrah
·         Wafat : 110 H
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Muhammad bin Sa'd
tsiqah ma`mun
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hibban
Yudallis
d)     Nufai' bin Al Harits bin Kildah
·         Nama Lengkap : Nufai' bin Al Harits bin Kildah
·         Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
·         Kuniyah : Abu Bakrah
·         Negeri semasa hidup : Bashrah
·         Wafat : 52 H
ULAMA
KOMENTAR
Shahabat
c.       Tashih dan Itibar
     Analisis hadits yang dapat di ketahui dari nash hadis dan takhrij hadits oleh kebanyakan muhadisin yang mengomentari hadis tersebut di atas menerangkan bahwa hadis tentang wanita sebagai kepala Negara adalah hadits shahih karena terdapat dalam kitab Sunan Bukhari No. 6570. Kemudian ditinjau dari kualitas hadits, hadits ini termasuk hadits maqbul artinya dapat diterima dan dapat dijadikan hujjah.
d.      Ta’ammul hadits
     Ta’ammul hadits memiliki makna implementasi atau pengamalan sebuah hadits. Sebuah hadits ada yang diamalkan (ma’mul) dan ada pula yang tidak diamalkan (ghair ma’mul) maka ditinjau dari ta’ammul haditsnya bahwa hadits tentang wanita sebagai kepala Negara termasuk ke dalam hadits ma’mul bih artinya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk muhkam artinya jelas dan tegas.
e.       Munasabah
·         Munasabah dengan ayat Al-Quran
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/
“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), (QS. An-Nisa : 34)
                                                                                             

f.       Syarah Istinbath Ahkam
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ الطَّوِيلُ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ عَصَمَنِي اللَّهُ بِشَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا هَلَكَ كِسْرَى قَالَ مَنْ اسْتَخْلَفُوا قَالُوا ابْنَتَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً قَالَ فَلَمَّا قَدِمَتْ عَائِشَةُ يَعْنِي الْبَصْرَةَ ذَكَرْتُ قَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَصَمَنِي اللَّهُ بِه قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيح  
( TIRMIDZI – 2188 ) Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Khalid bin Al Harits telah menceritakan kepada kami Humaid Ath Thawil dari Al Hasan dari Abu Bakrah berkata: Allah menjagaku dengan sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Salam saat Kisra mati, beliau bersabda: "Siapa yang menjadi penggantinya?" mereka menjawab: Putrinya, nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Tidak akan beruntung suatu kaum yang menguasakan urusan mereka kepada seorang wanita." Berkata Abu Bakrah: Saat 'A`isyah tiba di Bashrah, aku sebutkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Salam lalu Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjagaku dengan sabda itu. Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih.
g.      Natijah
Hadits Imam Bukhari no 6570 diatas, tidak diragukan lagi bahwa hadits ini menunjukkan tidak bolehnya seorang wanita menduduki jabatan kepemimpinan tertinggi, juga sebagai kepala daerah. Karena itu semua merupakan sifat umum. Rasulullah SAW menafikan keberuntungan dan kemenangan bagi siapa yang mengangkatnya sebagai pemimpin.
Juga, karena kemaslahatan yang dapat ditangkap dengan akal menunjukkan bahwa kaum wanita tidak layak mendudukan jabatan public tertinggi. Karena yang diminta dari orang yang dipilih sebagai pemimpin adalah memiliki kelebihan dalam kesempurnaan akal, tekad, kecerdikan, kemauan kuat, pandai memenej. Sifat-sifat ini bertentangan dengan karakteristik seorang wanita yang akalnya kurang, lemah pikiran, emosinya kuat. Maka jika dia dipilih untuk posisi tersebut tidak sesuai dengan tuntutan memberi nasehat bagi kaum muslimin, atau tuntutan meraih kemuliaan dan kemenangan.

2.2.       Larangan Menyogok

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي

( ABU DAWUD – 3109 ) Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi`b dari Al Harits bin Abdurrahman dari Abu Salamah dari Abdullah bin 'Amru ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat orang yang memberi uang sogokan dan orang yang menerimanya."

1.         Arti Mufradat
Melaknat
لَعَنَ
orang yang memberi sogokan
الرَّاشِي
orang yang menerimanya
الْمُرْتَشِي

2.         Takhrij Hadits
a.       Jalur Hadits
JALUR SANAD KE - 1

b.      Analisis Rawi
Hadits Imam Abu Dawud No. 3109
a)      Ahmad bin 'Abdullah bin Yunus bin 'Abdullah bin Qais
·         Nama Lengkap : Ahmad bin 'Abdullah bin Yunus bin 'Abdullah bin Qais
·         Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
·         Kuniyah : Abu 'Abdullah
·         Negeri semasa hidup : Kufah
·         Wafat : 227 H
ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
tsiqah mutqin
An Nasa'i
Tsiqah
Utsman bin Abi Syainah
Tsiqah laisa bihi Syai
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Adz Dzahabi
Alhafidz

b)      Muhammad bin 'Abdur Rahman bin Al
·         Nama Lengkap : Muhammad bin 'Abdur Rahman bin Al Mughirah bin Al Harits bin Abi Dzi`b
·         Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
·         Kuniyah : Abu Al Harits
·         Negeri semasa hidup : Madinah
·         Wafat : 158 H
ULAMA
KOMENTAR
Ahmad bin Hambal
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
"tsiqah,faqih"
Adz Dzahabi
Tsiqah

c)      Al Harits bin 'Abdur Rahman
·         Nama Lengkap : Al Harits bin 'Abdur Rahman
·         Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
·         Kuniyah :
·         Negeri semasa hidup :
·         Wafat :
ULAMA
KOMENTAR
An Nasa'i
Laisa bihi ba's
Yahya bin Ma'in
Masyhur
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Sa'd
Haditsnya sedikit
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shaduuq
Adz Dzahabi
Shaduuq Shalih

d)     Abdullah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf
·         Nama Lengkap : Abdullah bin 'Abdur Rahman bin 'Auf
·         Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
·         Kuniyah : Abu Salamah
·         Negeri semasa hidup : Madinah
·         Wafat : 94 H
ULAMA
KOMENTAR
Abu Zur'ah
tsiqah imam
Ibnu Hibban
Tsiqah

e)      Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash bin Wa'il
·         Nama Lengkap : Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash bin Wa'il
·         Kalangan : Shahabat
·         Kuniyah : Abu Muhammad
·         Negeri semasa hidup : Maru
·         Wafat : 63 H
ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Shahabat
Adz Dzahabi
Shahabat
c.       Tashih dan Itibar
                        Analisis hadits yang dapat di ketahui dari nash hadis dan takhrij hadits oleh kebanyakan muhadisin yang mengomentari hadis tersebut di atas menerangkan bahwa hadis tentang larangan menyogok adalah hadits shahih karena terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud no 3109. Kemudian ditinjau dari kualitas hadits, hadits ini termasuk hadits maqbul artinya dapat diterima dan dapat dijadikan hujjah.
d.      Ta’ammul hadits
                        Ta’ammul hadits memiliki makna implementasi atau pengamalan sebuah hadits.Sebuah hadits ada yang diamalkan (ma’mul) dan ada pula yang tidak diamalkan (ghair ma’mul) maka ditinjau dari ta’ammul haditsnya bahwa hadits tentang larangan menyogok termasuk ke dalam hadits ma’mul bih artinya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk muhkam artinya jelas dan tegas.
e.       Munasabah
·         Munasabah dengan ayat Al-Quran
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
            Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 188)



f.        
f.          Syarah Istinbath Ahkam

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَعَائِشَةَ وَابْنِ حَدِيدَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرُوِيَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا يَصِحُّ قَالَ و سَمِعْت عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يَقُولُ حَدِيثُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنُ شَيْءٍ فِي هَذَا الْبَابِ وَأَصَحُّ
( TIRMIDZI – 1256 ) Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Umar bin Abu Salamah dari ayahnya dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknati penyuap dan yang disuap dalam masalah hukum. Ia berkata; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abdullah bin Umar, A`isyah, Ibnu Hadidah dan Ummu Salamah. Abu Isa berkata; Hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih, hadits ini telah diriwayatkan dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abdullah bin Amru dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diriwayatkan juga dari Abu Salamah dari ayahnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam namun tidak shahih. Ia mengatakan; Serta aku mendengar Abdullah bin Abdurrahman berkata; Hadits Abu Salamah dari Abdullah bin Amru dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah hadits yang lebih hasan dan lebih shahih di dalam bab ini.
g.      Natijah
                        Menyuap dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun lainnya kepada petugas hukum agar terlepas dari ancaman hukum atau mendapat hukuman ringan. Perbuatan ringan seperti itu sangat dilarang dalam Islam dan disepakati oleh para ulama sebagai perbuatan haram. Harta yang diterima dari hasil menyuap tersebut tergolong dalam harta yang diperoleh melalui jalan bathil.
Dalam kitab bulughul maram telah dijelaskan haramnya suap menyuap, dan Allah pun melaknatnya, seperti dalam hadis berikut :
وعن ثوبان قال : لعن رسول الله صل الله عليه واله وسلم الراشى والمر تشى .والراش.يعن الدى يمس بينهما.  رواه احمد

“ Rasulullah mengutuk orang yang memberi uang sogok dan yang menerimanya dan mereka yang menjadi perantara “.(H.R. Ahmad ; Al-Muntaqa II: 935)
Suap menyuap sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat karena akan merusak berbagai tatanan  atas system yang ada di masyarakat, dan menyebabkan terjadinya kecerobohan dan kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum sehingga hukum dapat di permainkan dengan uang. Akibatnya terjadi kekacauan dan ketidakadilan. Dengan suap, banyak para pelanggar yang seharusnya diberi hukuman berat justru mendapat hukuman ringan, bahkan lolos dari jeratan hukum. Sebaliknya, banyak pelanggar hukum kecil, yang dilakukan oleh orang kecil mendapat hukuman sangat berat karena tidak memiliki uang untuk menyuap para hakim.
Menurut Sayyid Sabiq dalam konteks sistem, suap terjadi karena mekanisme yang ada dalam proses kebijakan memiliki celah-celah. Argumentasi yang dikemukakan tiap pihak mentah karena apa yang dipikirkan hanyalah kepentingan golongan masing-masing. Di satu sisi, parlemen sudah kurang peduli terhadap konstituen dan rakyatnya, di sisi lain penyuap merasa prosedur birokrasi yang ada terlalu membebani, tidak realistis, dan sering mengada-ada.
 Suap terjadi akibat ketidakpercayaan dan keengganan terhadap demokrasi yang bisa melahirkan kehidupan publik yang lebih sehat. Suap juga terjadi akibat prasangka negatif bahwa segala jalan bisa ditempuh asalkan tujuan tercapai. Akibatnya, walaupun dalam proses demokrasi sekalipun yang tampak di depan mata, di dalamnya publik jarang mengetahui ada suap.
Menurut Muhammad Ibn Ismail Al-Kahlany, sebagaimana yang dikutip Syafe’I (2000: 155) suap dibolehkan dalam rangka memperoleh sesuatu yang menjadi haknya atau untuk mencegah dari kezaliman, baik yang akan menimpa dirinya maupun keluarganya, hal itu di dasarkan pada pendapat sebagian tabi’in bahwa boleh melakukan suap jika takut tertimpa zalim, baik terhadap dirinya maupun keluarganya.
Adapun menurut Imam Asy-Syaukani sebagaimana yang dikutip Syafe’I (2000: 155) sesungguhnya keharaman suap adalah mutlak dan tidak dapat ditakshish. Namun demikian dalam islam ada kaidah :
الضرورة ثبيح المحضورات
(kemadaratan memperoleh sesuatu yang membahayakan).
Dengan demikian jika tidak ada jalan lain bagi seseorang untuk menjaga dirinya dari kerusakan, kecuali dengan melakukan suap, ia boleh melakukannya.
Unsur-Unsur Suap
Menurut Sumartana (2001:97), unsur-unsur suap adalah sebagai berikut:
1.      Penerima suap, yaitu orang yang menerima sesuatu dari orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik berupa perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa.
2.      Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang, atau jasa untuk mencapai tujuannya.
3.      Suapan, yaitu harta atau uang/ barang atau jasa, yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan atau sesuatu yang di dambakan, diharapkan atau diterima.

Macam-Macam Suap
Menurut Atarsyah macam-macam suap adalah sebagai berikut:
a.       Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
Halal itu jelas, haram itu jelas. Hak itu kekal dan batil itu sirna. Syariat Allah merupakan cahaya yang menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka, setiap yang dijadikan sarana untuk menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.
b.      Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.

2.3.       Pejabat yang menerima hadiah
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَخْزَمَ أَبُو طَالِبٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ عَبْدِ الْوَارِثِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
( ABU DAWUD – 2554 ) Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Akhzam Abu Thalib, telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Abdul Warits bin Sa'id dari Husain Al Mu'allim dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Barangsiapa yang kami beri jabatan untuk mengurusi suatu pekerjaan kemudian kami berikan kepadanya suatu pemberian (gaji), maka apa yang ia ambil setelah itu (selain gaji) adalah suatu bentuk pengkhianatan."
1.      Arti Mufradat
Kami beri jabatan
اسْتَعْمَلْنَا
Pekerjaan
عَمَلٍ
Kami berikan rizki
فَرَزَقْنَا
Mengambil
أَخَذَ
Pengkhianatan
غُلُولٌ

2.      Takhrij Hadits
a.       Jalur Hadits

JALUR SANAD KE - 1

b.      Analisis Rawi
Hadit Imam Abu Dawud No. 2554
a)      Zaid bin Akhzam
·    Nama Lengkap : Zaid bin Akhzam
·    Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan pertengahan
·    Kuniyah : Abu Thalib
·    Negeri semasa hidup : Bashrah
·    Wafat : 257 H
ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ad Daruquthni
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Adz Dzahabi
Alhafidz
b)      Adl Dlahhaak bin Makhlad bin Adl Dlahhaak bin Muslim
·    Nama Lengkap : Adl Dlahhaak bin Makhlad bin Adl Dlahhaak bin Muslim
·    Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
·    Kuniyah : Abu 'Ashim
·    Negeri semasa hidup : Bashrah
·    Wafat : 212 H
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
tsiqah tsabat
Adz Dzahabi
Alhafidz
c)      Abdul Warits bin Sa'id bin Dzakwan
·         Nama Lengkap : Abdul Warits bin Sa'id bin Dzakwan
·         Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
·         Kuniyah : Abu 'Ubaidah
·         Negeri semasa hidup : Bashrah
·         Wafat : 180 H
ULAMA
KOMENTAR
Abu Zur'ah
Tsiqah
An Nasa'i
tsiqah tsabat
Abu Hatim
"tsiqah, shaduq"
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar
tsiqah tsabat
Adz Dzahabi
"hafidh, berpemahaman qadariyah"
d)     Al Husain bin Dzakwan
·         Nama Lengkap : Al Husain bin Dzakwan
·         Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
·         Kuniyah : Al Muktib Al Mu'allim
·         Negeri semasa hidup : Bashrah
·         Wafat : 145 H
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Adz Dzahabi
Tsiqah
e)      Abdullah bin Al Buraidah bin Al Hushaib
·         Nama Lengkap : Abdullah bin Al Buraidah bin Al Hushaib
·         Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
·         Kuniyah : Abu Sahal
·         Negeri semasa hidup : Himsh
·         Wafat : 115 H
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Tsiqah
Adz Dzahabi
Tsiqah

f)       Buraidah bin Al Hashib bin 'Abdullah bin Al
·         Nama Lengkap : Buraidah bin Al Hashib bin 'Abdullah bin Al Harits
·         Kalangan : Shahabat
·         Kuniyah : Abu Sahal
·         Negeri semasa hidup : Bashrah
·         Wafat : 63 H
ULAMA
KOMENTAR
Shahabat
c.       Tashih dan Itibar
Analisis hadits yang dapat di ketahui dari nash hadis dan takhrij hadits oleh kebanyakan muhadisin yang mengomentari hadis tersebut di atas menerangkan bahwa hadis tentang pejabat yang menerima hadiah adalah hadits shahih karena terdapat dalam kitab Sunan Abu Dawud no 2554. Kemudian ditinjau dari kualitas hadits, hadits ini termasuk hadits maqbul artinya dapat diterima dan dapat dijadikan hujjah.
d.      Ta’ammul hadits
Ta’ammul hadits memiliki makna implementasi atau pengamalan sebuah hadits.Sebuah hadits ada yang diamalkan (ma’mul) dan ada pula yang tidak diamalkan (ghair ma’mul) maka ditinjau dari ta’ammul haditsnya bahwa hadits tentang pejabat yang menerima hadiah termasuk ke dalam hadits ma’mul bih artinya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk muhkam artinya jelas dan tegas.
e.       Munasabah
·         Munasabah dengan ayat Al-Quran
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa : 59)

f.    Syarah Istinbath Ahkam
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ عَنْ عَدِيِّ بْنِ عَمِيرَةَ الْكِنْدِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمْنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ أَسْوَدُ مِنْ الْأَنْصَارِ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اقْبَلْ عَنِّي عَمَلَكَ قَالَ وَمَا لَكَ قَالَ سَمِعْتُكَ تَقُولُ كَذَا وَكَذَا قَالَ وَأَنَا أَقُولُهُ الْآنَ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَلْيَجِئْ بِقَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ فَمَا أُوتِيَ مِنْهُ أَخَذَ وَمَا نُهِيَ عَنْهُ انْتَهَىو حَدَّثَنَاه مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ بِمِثْلِهِ و حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ أَخْبَرَنَا قَيْسُ بْنُ أَبِي حَازِمٍ قَالَ سَمِعْتُ عَدِيَّ بْنَ عَمِيرَةَ الْكِنْدِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ بِمِثْلِ حَدِيثِهِمْ
( MUSLIM – 3415 ) Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' bin Jarrah telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abi Khalid dari Qais bin Abu Hazim dari 'Adi bin Amirah Al Kindi dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang aku angkat atas suatu amal, kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum, atau sesuatu yang lebih kecil dari itu, maka itu adalah ghulul (pencurian) yang pada hari kiamat akan ia bawa." 'Adi bin 'Amirah berkata, "Kemudian seorang laki-laki hitam dari Anshar -sepertinya saya pernah melihatnya- berdiri sambil berkata, "Wahai Rasulullah, kalau begitu saya akan tarik kembali tugas yang pernah anda bebankan kepada saya!" Beliau balik bertanya: "Ada apa denganmu?" dia menjawab, "Saya telah mendengar bahwa Anda pernah bersabda seperti ini dan seperti ini." Beliau bersabda: "Sekarang saya sampaikan, bahwa barangsiapa dari kalian yang aku tugasi atas suatu amal hendaklah ia datang baik dengan sedikit atau banyaknya, apa yang memang diberikan untuknya ia boleh mengambilnya, dan apa yang memang dilarang untuknya, maka ia harus dapat menahan diri." Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair telah menceritakan kepada kami ayahku dan Muhammad bin Bisyr. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepada kami Abu Usamah mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il dengan isnad seperti ini." Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Handlali telah mengabarkan kepada kami Al Fadl bin Musa telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abu Khalid telah mengabarkan kepada kami Qais bin Abu Hazim dia berkata, "Saya pernah mendengar 'Adi bin 'Amirah Al Kindi berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda… seperti hadits mereka."
 g.    Natijah
   Hadiah adalah sesuatu yang di apresiasi dalam Islam karena dapat menumbuhkan rasa cinta kasih diantara umat Islam, namun hadiah kepada pejabat atau pegawai yang berwenang tidak diperbolehkan karena dapat menimbulkan kemudharatan setelahnya.
Dalam Islam hadiah dianggap sebagai salah satu cara untuk lebih merekatkan persaudaraan atau persahabatan, sebagaimana disebutkan dalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Muatha dari Al-Khurasani yang dikutip oleh Syafe’I (2000: 159) :
تصا فحوايد هب الغل و تها دوا تحا بوا وتد هب اشحناء. (رواه الاء مام ما لك)
“Saling bersalamanlah kamu semua, niscaya akan menghilangkan kedengkian, saling member hadiahlah kamu semua, niscaya akan saling mencintai, dan menghilangkan perceksokan”. (H.R. Imam Malik)
Turmudzi meriwayatkan hadis lain dari Abu Hurairah yang dikutip oleh Syafe’I (2000: 159)
تها دوا فاء ن الهد ية تدهب حر الصدر. (رواه التر مدى)
Artinya :“saling memberi hadihlah kamu semua, sesungguhnya hadiah itu menghilangkan kebencian dan kemarahan”. (H.R. Turmudzi)
Bagi orang yang diberi hadiah, disunahkan untuk menerimanya meskipun hadiah tersebut kelihatannya hina dan tidak berguna. Nabi SAW bersabda :
عن انس قال رسول الله صلى ا لله عليه وسلم : لو ا هدي الي كراع لتبلت. (روه التر مدى)
“Dari Anas r.a, bahwa Nabi SAW bersabda, “kalau saya diberi hadiah keledai, pasti akan saya terima”. (H.R. Turmudzi)
Dari keterangan-keterangan diatas, jelaslah bahwa pada dasarnya memberikan hadiah kepada orang lain sangat baik dan dianjurka untuk lebih meningkatkan rasa saling mencintai. Begitu pula bagi yang diberi hadiah disunahkan untuk menerimanya.
Akan tetapi Islampun memberi rambu-rambu tertentu dalam masalah hadiah, baik yang berkaitan dengan pemberi hadiah maupun penerimanya. Dengan kata lain, tidak semua orang diperbolehkan menerima hadiah, misalnya bagi seorang pejabat atau pemegang kekuasaan karena hal itu dapat menimbulkan fitnah.
Dengan demikian, sangatlah pantas kalau Rasululah SAW melarang seorang pegawai atau petugas negara untuk menerima hadiah karena menimbulkan kemadaratan walaupun pada asalnya menerima hadiah itu dianjurkan. Dalam kaidah Ushul Fiqih dinyatakan bahwa “ Suatu perantara yang akan menimbulkan suatu kemadaratan, tidak boleh dilakukan.
Namun demikian, kalau kaidah tersebut betul-betul murni dan tidak ada kaian dengan jabatannya, Islam tentu saja memperbolehkannya. Misalnya sebelum dia memangku suatu jabatan, dia sudah terbiasa menerima hadiah dari seseorang. Begitu pula setelah dia menduduki suatu jabatan, orang tersebut masih tetap memberinya haiah. Pemberian seperti itu kemungkinan besar tidak ada kaitannya dengan jabatannya atau kedudukannya dan ini boleh diterima olehnya.
2.4.       Bendahara yang mendapat pahala

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو عَامِرٍ الْأَشْعَرِيُّ وَابْنُ نُمَيْرٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ كُلُّهُمْ عَنْ أَبِي أُسَامَةَ قَالَ أَبُو عَامِرٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا بُرَيْدٌ عَنْ جَدِّهِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَىعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْخَازِنَ الْمُسْلِمَ الْأَمِينَ الَّذِي يُنْفِذُ وَرُبَّمَا قَالَ يُعْطِي مَا أُمِرَ بِهِ فَيُعْطِيهِ كَامِلًا مُوَفَّرًا طَيِّبَةً بِهِ نَفْسُهُ فَيَدْفَعُهُ إِلَى الَّذِي أُمِرَ لَهُ بِهِ أَحَدُ الْمُتَصَدِّقَيْن
( MUSLIM – 1699 ) Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Amir Al Asy'ari dan Ibnu Numair dan Abu Kuraib semuanya dari Abu Usamah - Abu Amir berkata- Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah Telah menceritakan kepada kami Buraid dari kakeknya Abu Burdah, dari Abu Musa dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Seorang bendahara muslim yang melaksanakan tugasnya dengan jujur, dan membayar sedekah kepada orang yang diperintahkan oleh majikannya secara sempurna, dengan segera dan dengan pelayanan yang baik, maka ia mendapat pahala yang sama seperti orang yang bersedekah."

1.      Arti Mufradat
Bendahara
الْخَازِنَ
Jujur
الْأَمِينَ
Memberi
يُعْطِي
Membayarnya
فَيَدْفَعُهُ
Orang yang bersedekah
الْمُتَصَدِّقَيْن
2.      Takhrij Hadits
a.       Jalur Hadits
JALUR SANAD KE - 1

b.      Analisis Rawi
Hadits Imam Muslim No. 1699
a)      Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin 'Utsman
·         Nama Lengkap : Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin 'Utsman
·         Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
·         Kuniyah : Abu Bakar
·         Negeri semasa hidup : Kufah
·         Wafat : 235 H
ULAMA
KOMENTAR
Ahmad bin Hambal
Shaduuq
Abu Hatim
Tsiqah
b)      Hammad bin Usamah bin Zaid
·         Nama Lengkap : Hammad bin Usamah bin Zaid
·         Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
·         Kuniyah : Abu Usamah
·         Negeri semasa hidup : Kufah
·         Wafat : 201 H
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Muhammad bin Sa'd
Tsiqah Ma'mun Yudallis
Adz Dzahabi
Hujjah
c)      Buraid bin 'Abdullah bin Abi Burdah bin Abi Musa
·         Nama Lengkap : Buraid bin 'Abdullah bin Abi Burdah bin Abi Musa
·         Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
·         Kuniyah : Abu Burdah
·         Negeri semasa hidup : Kufah
·         Wafat :
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
An Nasa'i
laisa bihi ba`s
Abu Daud
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'Ats Tsiqat'
Ibnu Hajar
tsiqah yuhthi'
Adz Dzahabi
Shaduuq
d)     Amir bin 'Abdullah bin Qais
·         Nama Lengkap : Amir bin 'Abdullah bin Qais
·         Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
·         Kuniyah : Abu Burdah
·         Negeri semasa hidup : Kufah
·         Wafat : 104 H
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Sa'd
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Al Bukhari
katsirul glalath
e)      Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadldlor
·         Nama Lengkap : Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadldlor
·         Kalangan : Shahabat
·         Kuniyah : Abu Musa
·         Negeri semasa hidup : Kufah
·         Wafat : 50 H
ULAMA
KOMENTAR
Shahabat
c.       Tashih dan Itibar
            Analisis hadits yang dapat di ketahui dari nash hadis dan takhrij hadits oleh kebanyakan muhadisin yang mengomentari hadis tersebut di atas menerangkan bahwa hadis tentang bendahara yang mendapat pahala adalah hadits shahih karena terdapat dalam kitab Sunan Muslim No. 1699. Kemudian ditinjau dari kualitas hadits, hadits ini termasuk hadits maqbul artinya dapat diterima dan dapat dijadikan hujjah.
d.      Ta’ammul hadits
            Ta’ammul hadits memiliki makna implementasi atau pengamalan sebuah hadits.Sebuah hadits ada yang diamalkan (ma’mul) dan ada pula yang tidak diamalkan (ghair ma’mul) maka ditinjau dari ta’ammul haditsnya bahwa hadits tentang bendahara yang mendapat pahala termasuk ke dalam hadits ma’mul bih artinya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan termasuk muhkam artinya jelas dan tegas.
e.       Munasabah
·         Munasabah dengan ayat Al-Quran
   tA$s% ÓÍ_ù=yèô_$# 4n?tã ÈûÉî!#tyz ÇÚöF{$# ( ÎoTÎ) îáŠÏÿym ÒOŠÎ=tæ ÇÎÎÈ  
“berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (QS. Yusuf : 55)
·         Munasabah dengan hadits
الْخَازِنُ الْمُسْلِم الأَمِينُ الَّذِى يُنْفِذُ وَرُبَّمَا قَالَ يُعْطِى مَا أُمِرَ بِهِ كَامِلاً مُوَفَّرًا طَيِّبٌ بِهِ نَفْسُهُ فَيَدْفَعُهُ إِلَى الَّذِى أُمِرَ لَهُ بِهِ أَحَدُ الْمُتَصَدِّقَيْنِ
 “Bendahara muslim yang diberi amanat ketika memberi sesuai yang diperintahkan untuknya secara sempurna dan berniat baik, lalu ia menyerahkan harta tersebut pada orang yang ia ditunjuk menyerahkannya, maka keduanya (pemilik harta dan bendahara yang amanat tadi) termasuk dalam orang yang bersedekah.” (HR. Bukhari no. 1438 dan Muslim no. 1023).
f.       Syarah Istinbath Ahkam

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَىعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْخَازِنُ الْمُسْلِمُ الْأَمِينُ الَّذِي يُنْفِذُ وَرُبَّمَا قَالَ يُعْطِي مَا أُمِرَ بِهِ كَامِلًا مُوَفَّرًا طَيِّبًا بِهِ نَفْسُهُ فَيَدْفَعُهُ إِلَى الَّذِي أُمِرَ لَهُ بِهِ أَحَدُ الْمُتَصَدِّقَيْن
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Alaa' telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid bin 'Abdullah dari Abu Burdah dari Abu Musa dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Seorang bendahara muslim yang amanah adalah orang yang melaksanakan tugasnya (dengan baik) ". Dan seolah Beliau bersabda: "Dia melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya dengan sempurna dan jujur serta memiliki jiwa yang baik, dia mengeluarkannya (shadaqah) kepada orang yang berhak sebagaimana diperintahkan adalah termasuk salah satu dari Al Mutashaddiqin".

g.      Natijah
Bendahara (al khozin al muslim) yang dimaksud di sini adalah orang yang diberi amanat untuk menyimpan harta orang lain dan diberi amanat terhadap harta tersebut.
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1)      Bolehnya memiliki bendahara dan ini bukan berarti boros.
2)      Banyaknya harta asalkan halal tidaklah berdosa.
3)      Dorongan bagi orang yang memiliki harta supaya bersedekah dengan hartanya.
4)      Siapa saja yang diberi amanat untuk memegang harta orang lain lalu ia menunaikan amanat tersebut dengan baik, maka ia akan diberi pahala seperti orang yang memiliki harta. Hal ini begitu pula berlaku untuk setiap orang yang membantu atau menolong dalam tercapainya kebaikan atau manfaat, maka ia akan mendapatkan pahala walau ia tidak memiliki harta.
5)      Dalam hal pahala sama-sama mendapatkan, namun yang satu bisa jadi lebih banyak dari yang lainnya dan bisa jadi pula sama dalam jumlah.
6)      Bendahara yang dipuji di sini adalah yang memiliki tiga sifat: (1) muslim (bukan kafir), (2) memegang amanat, bukan orang yang khianat dan bukan orang yang sengaja mengurangi amanat yang mesti ia sampaikan, (3) berniat baik.
7)      Pentingnya sikap amanah dalam harta.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Suap adalah perbuatan yang dicelah oleh Islam dan disepakati oleh para ulama sebagai perbuatan haram. Suap-menyuap sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat karena merusak berbagai tatanan atas sistem yang ada di masyarakat dan menyebabkan terjadinya kecerobohan dan kesalahan dalam menetapkan hukum sehingga hukum dapat dipermainkan dengan uang.
        Dalam Islam, hadiah dianggap sebagai salah satu cara untuk lebih merekatkan persaudaraan atau persahabatan. Bagi orang yang diberi hadiah, disunahkan untuk menerimanya meskipun hadiah tersebut kelihatannya hina dan tidak berguna. Akan tetapi, Islam pun memberi rambu-rambu tertentu dalam masalah hadiah, baik yang berkaitan dengan pemberi hadiah maupun penerimanya. Dengan kata lain, tidak semua orang diperbolehkan menerima hadiah. Misalnya bagi seorang pejabat atau pemegang kekuasaan.
Adapun wanita hanya diperbolehkan menjadi pemimpin di rumahnya, itu pun di bawah pengawasan suaminya, atau orang yang sederajat dengannya. Mereka memimpin dalam hal yang khusus yaitu terutama memelihara diri, mendidik anak dan memelihara harta suami yang ada di rumah. Tujuan dari ini semua adalah agar kebutuhan perbaikan keluarga teratasi oleh wanita sedangkan perbaikan masyarakat nantinya dilakukan oleh kaum laki-laki.
Di zaman seperti ini susah menemukan bendahara yang amanat. Ada yang memang jujur dan memegang amanat, namun itu bisa dihitung dengan jari. Merekalah segelintir orang yang yang Allah beri petunjuk. Padahal orang yang amanat dan jujur itulah yang bisa terus mendapatkan pahala sedekah jika membelanjakan harta untuk tujuan baik. Begitu pula hidup orang seperti itu akan mudah meraih berkah dan kemudahan





DAFTAR PUSTAKA

Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist
Al-Bukhariy, Abi’Abd Allah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim ibn al-Mughirah, Shahih al-Bukhari, al-juz VII, Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M
Amirudin. Aam, 2006, Bedah Masalah Kontemporer, Bandung : Khazanah Intelektual
Departemen Agama RI, 1989, Al-Quran dan Terjemahnya, Edisi Refisi. Surabaya: Mahkota
Hamidy, Mu’ammal dkk, 1986, Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadis-Hadis Hukum, Semarang: Pustaka Rizki Putra
Hamka, 1985, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, cetakan V, juz IV
MudjabMahalli, Ahmad, 2003, Hadis-Hadis Mutafaq Alaih, Jakarta: Prenada Media
Sumartana, 2001, Hukum Kontemporer, Jakarta: PT Bina Ilmu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar